Rabu, 21 September 2016

LINGKUNGAN BELAJAR YANG EFEKTIF EDUCATIONAL PSYCHOLOGY THEORY AND PRACTICE TENTH EDITION (ROBERT E. SLAVIN)




A.    Lingkungan Belajar yang Efektif
Menyediakan lingkungan belajar yang efektif meliputi strategi yang digunakan guru untuk menciptakan suatu kondisi yang positif, juga menciptakan pengalaman kelas yang produktif. Hal ini disebut manajemen kelas, yaitu strategi untuk menyediakan lingkungan belajar yang efektif untuk mencegah dan menanggapi masalah perilaku, menggunakan waktu di dalam kelas dengan baik, menciptakan suasana yang konduktif yang menarik, dan kegiatan yang memungkinkan untuk melibatkan pikiran dan daya imajinasi siswa (Kunter, Baumert, & Koller, 2007; Martin, 2008). Kelas tanpa masalah perilaku dapat diasumsikan memiliki managemen yang baik.
Pendekatan yang paling efektif untuk manajemen kelas adalah pengajaran yang efektif (Evertson & Poole, 2008). Siswa yang mengikuti kegiatan yang terstruktur dengan baik yang berhubungan dengan minat mereka, yang sangat termotivasi untuk belajar, dan yang bekerja pada tugas-tugas yang menantang namun masih dalam batas kemampuan mereka jarang menimbulkan masalah yang serius ketika diatur. Ms. Cavalho memiliki kelas yang dikelola dengan baik karena dia mengajarkan pelajaran yang menarik, melibatkan imajinasi dan energi para siswa, membuat efisiensi penggunaan waktu, dan mengkomunikasikan tujuan, harapan yang tinggi, dan menumbuhkan antusiasme. Namun, kelas yang dikelola dengan baik tetap terdiri atas sisiwa secara individu yang dapat berkelakuan buruk. Beberapa siswa memandang, kedekatan fisik sudah cukup sedang bagi yang lainnya pemberian solusi mungkin diperlukan.
Membuat lingkungan belajar yang efektif membutuhkan pengorganisasian aktivitas dalam kelas, pembelajaran, dan kelas olahraga agar penggunaan waktu menjadi efektif, menciptakan kebahagiaan, menjadikan kelas yang produktif, dan untuk meminimalisasi gangguan. Disiplin merupakan metode yang digunakan untuk mencegah masalah perilaku atau sebagai respon untuk jalan keluar masalah perilaku sehingga dapat mengurangi timbulnya masalah perilaku tersebut di masa depan. Mengatur lingkungan pembelajaran yang efektif adalah mengetahui suatu teknik yang guru dapat belajar dan menerapkannya. Setiap guru, seefektif apapun dalam hal pembelajaran, dapat menghadapi masalah kedisiplinan sewaktu-waktu.

B.     Penggunaan Waktu dalam Pembelajaran
Jika satu waktu hanya dihabiskan mengajarkan satu pokok bahasan, murid tidak akan mempelajarinya. Meskipun lebih banyak waktu yang dihabiskan dalam pembelajaran memiliki dampak positif pada prestasi siswa, penambahan waktu tetap memberikan efek yang rendah atau tidak konsisten (Gijelaers & Schmidt, 1995; Karweit, 1989). Secara spesifik perbedaan khas dalam panjang hari sekolah dan tahun sekolah di beberapa kawasan hanya memiliki dampak yang kecil pada prestasi siswa (Karweit, 1989). Waktu aktif belajar, atau waktu untuk mengerjakan tugas, jumlah waktu yang benar-benar digunakan untuk belajar, adalah ukuran waktu yang digunakan untuk berkontribusi dalam pembelajaran. Dengan kata lain, aspek yang paling penting dari waktu adalah hal yang berada langsung dibawah kontrol seorang guru yaitu berupa pengorganisasian dan penggunaan waktu dalam kelas (Jones & Jones, 2010; Marzono,2003).
1.      Menggunakan Waktu yang Dialokasikan  untuk Pengajaran
Waktu adalah sumber daya yang terbatas di sekolah. Sekolah umumnya memiliki sesi sekitar 6 jam sehari selama 180 hari setiap tahun. Waktu untuk aktivitas pembelajaran dapat diperpanjang dengan cara memberikan tugas untuk dikerjakan dirumah, kegiatan setelah sekolah atau sekolah musim panas, tetapi jumlah keseluruhan waktu yang tersedia untuk pembelajaran  pada dasarnya telah diatur. Dari waktu 6 jam (atau lebih) harus digunakan untuk mengajar berbagai mata pelajaran ditambah waktu untuk makan siang, istirahat, dan pendidikan jasmani; pergantian kelas; pengumuman; dan seterusnya. Selama periode 40 sampai 60 menit dalam mata pelajaran tertentu, banyak faktor yang sangat berbeda mengurangi waktu yang tersedia untuk pengajaran.
Penelitian Karweit dan Slavin (1981) di sekolah-sekolah di dalam dan sekitar pedesaan Maryland, menemukan kelas yang terorganisir dengan baik dan lugas, dengan guru-guru yang berdedikasi dan pekerja keras. Perilaku siswa umum baik dan menghormati otoritas. Bahkan, disekolah dengan kualitas yang sangat baik, rata-rata siswa hanya menghabiskan 60 persen untuk benar-benar mempelajari matematika dari waktu yang dijadwalkan untuk pelajaran matematika. Pertama-tama, sekitar 20 hari kelas hilang untuk kegiatan seperti pengujian standar, acara sekolah, karyawisata, dan ketidakhadiran guru. Pada hari-hari ketika pengajaran diberikan, waktu kelas hilang karena keterlambatan dalam memulai pelajaran dan kegiatan yang bukan pengajaran seperti diskusi tentang acara mendatang, pengumuman, membagikan bahan, dan mendisiplinkan siswa. Pada akhirnya meskipun matematika yang diajarkan, banyak siswa yang tidak benar-benar terlibat dalam kegiatan pembelajaran. Beberapa melamun selama pelajaran atau waktu seatwork, bermain-main, atau mengasah pensil; sedang yang lainnya tidak ada hal yang dilakukan, baik karena mereka selesai dengan pekerjaan mereka ditugaskan atau karena mereka belum ditetapkan tugas. Angka 60 persen yang diperkirakan oleh Karweit dan Slavin adalah, jika ada, perkiraan tinggi. Dalam penelitian Weinstein dan Migano (1993) menemukan bahwa siswa sekolah dasar hanya menghabiskan sepertiga waktu dari mereka untuk terlibat dalam tugas-tugas belajar.
Waktu pembelajaran yang tersedia disebut alokasi waktu, waktu dimana siswa memiliki kesempatan untuk belajar, ketika guru mengajar, siswa dapat belajar dengan memperhatikan. Ketika siswa sedang menulis tugas atau tugas-tugas lain, mereka dapat sekaligus belajar dengan melakukannya. Ada beberapa cara yang dialokasikan agar waktu dapat dimaksimalkan.
a.       Mencegah waktu terbuang
Waktu pengajaran yang terbuang merupakan kerugian seluruh hari atau periode. Jumlah dari periode yang terbuang saat pengajaran mengganggu aliran pengajaran dan dapat menghilangkan waktu siswa untuk menguasai kurikulum. Menjadikan pemakaian yang baik pada semua kelas akan mengurangi masalah  waktu terbuang dibanding berkomunikasi dengan para murid bahwa belajar adalah hal penting yang bernilai bagi waktu dan usaha mereka. Jika seorang guru membuat alasan untuk tidak mengajar, siswa akan belajar bahwa pelajaran bukanlah hal penting untuk dilakukan. Apakah tambahan waktu tidak dapat menjamin meningkatkan prestasi siswa. Tapi hal itu membantu untuk mengembangkan persepsi bahwa sekolah adalah tempat untuk belajar, bukan sekedar untuk menandai waktu.
b.      Mencegah keterlambatan dalam memulai pelajaran dan terlau cepat dalam mengakhiri pelajaran.
Ketepatan waktu memulai pelajaran penting untuk menetapkan nada purposive pengajaran. Jika siswa tahu bahwa guru tidak memulai pelajaran tepat waktu, siswa akan memunculkan persepsi dating tepat waktu bukanlah hal yang penting, sehingga kedepannya akan sulit untuk menanamkan sikap tepat waktu. Guru yang tidak mengajar sampai akhir waktu, lebih baik daripada memulai pelajaran dengan buruk atau keterlambatan, tapi akan lebih baik menghindarinya dengan merencanakan bentuk pengajaran yang dibutuhkan, jika ingin menyelesaikan pelajaran lebih awal.
c.       Mencegah gangguan
Gangguan dapat berasal dari luar, seperti pengumuman atau mungkin disebabkan oleh guru atau siswa sendiri. Gangguan tidak hanya secara langsung memotong waktu pelajaran, tetapi juga merusak waktu pelajaran, yang mengurangi perhatian siswa terhadap tugas yang dihadapi. Menghindari gangguan membutuhkan perencanaan. Sebagai contoh, beberapa guru menempatkan tanda di pintu untuk menginformasikan orang yang ingin menyela untuk kembali lagi nanti. Urusan apapun yang dapat ditunda sampai setelah pelajaran harus ditunda.
d.      Penanganan prosedur rutin
Prosedur rutin yang dilakukan harus memperhatikan waktu saat melakukannya, sehingga tidak akan membuang-buang waktu. Seperti kebiasaan berbaris bagi siswa sebelum melakukan sesuatu, guru harus menangani hal ini agar tidak membuang banyak waktu.
e.       Mempertahankan kecepatan pembelajaran
Penelitian menemukan bahwa siswa belajar lebih banyak dari guru yang memberikan banyak konten dalam setiap pelajaran (Good & Brophy, 2008). Kecepatan pembelajaran juga memberikan kontribusi untuk minat dan waktu saat mengerjakan tugas.
f.       Meminimalisasi waktu untuk pendisiplinan
Pernyataan untuk pendisiplinan atau tindakan pendisiplinan tidak harus mengganggu aliran pelajaran. Menggunakan tatapan dan mendekati siswa secara diam-diam atau memberi sinyal meletakkan jari ke bibir untuk mengingatkan siswa untuk diam, akan lebih efektif untuk masalah perilaku kecil tanpa harus mengganggu pelajaran.
2.      Menggunakan Waktu Pemakaian Secara Efektif
Waktu pemakaian (atau waktu pada pengerjaan tugas) adalah waktu dimana siswa perindividu benar-benar menggunakan waktu untuk mengerjakan tugas.

a.       Mengajar pelajaran yang menarik
Cara terbaik untuk meningkatkan waktu siswa pada tugas adalah mengajarkan pelajaran yang menarik bagi siswa, menyenangkan, dan berhubungan dengan minat siswa sehingga siswa akan memperhatikan dan bersemangat melakukan apa yang diminta dari mereka (Emmer & Evertson, 2009;. Evertson dkk, 2009; Weinstein & Mignano, 2003). Cara ini menekankan keaktifan, kecepatan pengajaran dengan modus beragam presentasi dan banyaknya kesempatan siswa untuk partisipasi dan menekankan seatwork independen, terutama seatwork tanpa pengawasan (seatwork adalah menyuruh semua murid atau sebagian besar murid untuk belajar sendiri-sendiri dibangku mereka). Penelitian secara konsisten menunjukkan bahwa keterlibatan siswa jauh lebih tinggi ketika guru mengajar daripada selama seatwork individu (Evertson & Harris, 1992). Waktu yang terlibat lebih tinggi di program pembelajaran kooperatif terstruktur dengan baik dibanding dalam seatwork independen (Slavin, 1990), dan memberikan siswa banyak kesempatan untuk berpartisipasi aktif dalam pelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran yang lebih besar juga (Finn & Cox, 1992).
b.      Menjaga momentum
Mempertahankan momentum saat pelajaran adalah kunci untuk menjaga fokus yang lebih tinggi di dalam kelas. Istilah momentum mengacu pada menghindari gangguan atau slowdowns (Kounin, 1970). Dalam kelas yang mempertahankan momentum yang baik, siswa selalu dapat bekerja dengan baik, saat mulai bekerja, focus mereka tidak akan terganggu. Slowdowns dalam pengajaran dapat berasal dari guru yang terlalu lama menghabiskan waktu untuk mengatasi perilaku muridnya yang mengganggu yang sebenarnya perilaku tersebut dapat dengan mudah diabaikan. Sehingga hal tersebut mengganggu fokus siswa lainnya dan mengganggu aliran pelajaran. Kounin menemukan keterkaitan momentum dengan jumlah waktu pada pengerjaan tugas, Brophy & Evertson (1976) dan Anderson, Evertson, & Brophy (1979) menemukan momentum berhubungan dengan prestasi siswa.
c.       Menjaga smoothness (kelancaran) saat pengajaran
Smoothness (kelancaran) adalah istilah lain yang digunakan Kounin (1970) yang mengacu pada keadaan fokus yang terus-menerus pada setiap rangkaian pelajaran. Pelajaran yang lancer menghindari lompatan dari satu topic ke topic lain tanpa adanya proses perpindahan atau dari pelajaran menuju kegiatan lainnya. Hal ini dapat menghasilkan "kesumbangan pemberhentian dalam aliran aktivitas" (Kounin, 1970). Kelancaran ditemukan sangat terkait dengan waktu siswa pada pengerjaan tugas (Kounin, 1970) dan prestasi (Anderson dkk, 1979; Brophy & Evertson, 1976).
d.      Pengaturan transisi (perpindahan)
Transisi (perpindahan) adalah perubahan dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya. Anderson & koleganya (1979) dan Evertson & koleganya (1980) menemukan bahwa efisiensi guru dalam mengelola transisi antara kegiatan berhubungan positif dengan prestasi siswanya.
Berikut ini adalah tiga aturan untuk pengelolaan transisi:
1)      Ketika membuat transisi, sinyal harus diberikan secara jelas untuk siswa yang telah diajarkan untuk merespon. Misalnya, di sekolah dasar, beberapa guru menggunakan bel atau sinyal tangan untuk menunjukkan kepada siswa bahwa mereka harus segera diam dan mendengarkan pelajaran.
2)      Sebelum transisi dibuat, siswa harus yakin tentang apa yang mereka lakukan ketika sinyal diberikan. Saat memberikan instruksi kepada siswa untuk memulai seatwork independen, guru dapat membantu mereka memulainya sebelum membiarkan mereka bekerja secara independen, seperti dalam.
3)      Membuat transisi sekaligus. Siswa harus dilatih untuk membuat transisi sebagai sebuah kelompok, bukan hanya pada satu siswa di satu waktu (Charles, 2008).
e.       Menjaga fokus grup saat pelajaran berlangsung
 Mempertahankan fokus group berarti menggunakan strategi pengorganisasian kelas dan teknik dengan memberikan pertanyakan untuk memastikan bahwa semua siswa di kelas terlibat dalam pelajaran, bahkan ketika hanya satu siswa yang dipanggil oleh guru. Dua komponen utama konsep Kounin tentang mempertahankan fokus grup ditemukan secara signifikan berhubungan dengan perilaku siswa menghadapi tugas, accountability (pertanggungjawaban) dan group alerting. Accountability berarti sejauh mana orang bertanggung jawab untuk pertunjukan tugas atau hasil keputusan Kounin (1970). Group alerting adalah strategi memberikan pertanyaan dengan tujuan mendorong semua siswa untuk memperhatikan selama pelajaran atau diskusi.

f.       Menjaga fokus grup selama seatwork
Ketika siswa melakukan seatwork dan guru dalam keadaan memungkinkan untuk terlibat, sangat penting untuk memonitor dan memeriksa pekerjaan siswa secara individu. Hal ini memungkinkan guru untuk mengidentifikasi masalah yang dialami siswa sebelum mereka membuang waktu seatwork untuk menyelesaikan permasalahan atau menyerah karena frustrasi. Jika siswa terlibat dalam kerja kelompok kooperatif, siswa dapat memeriksa pekerjaan masing-masing, tetapi guru masih perlu memeriksa masing-masing kelompok agar siswa tetap berada di jalur yang benar.
Waktu seatwork merupakan peluang yang baik untuk membantu siswa secara individu yang berusaha untuk bersaing di dalam kelas. Interaksi dengan siswa selama seatwork harus sesingkat mungkin karena jika guru terlalu lama untuk fokus pada satu siswa, siswa di kelas dapat menyimpang dari tugas yang diberikan atau kesulitan dengan masalah mereka sendiri.
g.      Withitness
Withitness menggambarkan tindakan guru yang menyadari dan merespon perilaku siswa di semua waktu (Kounin, 1970). Komponen utama dari withitness adalah berupa seringnya memindai kelas dan melakukan kontak mata dengan siswa. Beberapa studi menemukan bahwa pengelola kelas yang efektif adalah dengan seringnya memindai kelas secara visual, monitoring laju kegiatan serta perilaku masing-masing siswa (Brooks, 1985; Evertson & Emmer, 1982). Pengelola kelas yang efektif harus mampu menafsirkan dan bertindak pada suasana kelas secara keseluruhan. Pengajar melihat ketika siswa mulai gelisah atau sebaliknya, dan bertindak atas informasi ini untuk mengubah kegiatan agar memperoleh kembali perhatian siswa (Levin & Nolan, 2010).
h.      Overlapping
Overlapping adalah kemampuan guru untuk merespon masalah perilaku tanpa mengganggu pelajaran di dalam kelas. Namun gangguan terkadang tidak dapat dihindari, dan kemampuan untuk menjaga kegiatan tetap berlangsung saat menanganinya akan bergantung pada kemampuan mengatur seluruh kelas (Copeland, 1983; Kounin, 1970) dan pencapaiannya (Anderson dkk, 1979;. Brophy & Evertson 1976 ).
3.      Menggunakan Waktu Secara Berlebihan pada Pengerjaan Tugas
Penekanan yang berlebihan pada waktu pengerjaan tugas daripada melakukan pengajaran dapat menghasilkan apa yang Bloome, Puro, dan Theodorou (1989) sebut sebagai mock partipation (partisipasi tiruan), di mana siswa tampak fokus pada tugas tetapi tidak benar-benar terlibat dalam pembelajaran. Beberapa studi menemukan bahwa peningkatan waktu pada tugas di kelas di mana siswa sudah cukup baik dalam berperilaku tidak meningkatkan prestasi siswa (Blackadar & Nachtigal, 1986; Slavin, 1986; Stalling & Krasavage, 1986). Terlalu menghabiskan waktu pada tugas dapat merusak belajar dalam beberapa cara. Namun  meskipun tugas yang kompleks yang melibatkan kreativitas dan ketidakpastian cenderung menghasilkan tingkat waktu yang lebih rendah, akan menjadi pembelajaran yang buruk jika menghindari tugas-tugas ini untuk menjaga waktu pada tugas dengan tingkat kesulitan yang tinggi. Menjaga ketertiban kelas adalah tujuan penting dari pengajaran, tetapi hal ini hanya salah satu cara dari banyak cara yang ada.
4.      Manajemen Kelas di Kelas yang Berpusat pada Siswa (student-centered classroom)
Dalam kelas yang berpusat pada siswa, siswa cenderung menghabiskan banyak waktu mereka bekerja satu sama lain, melakukan proyek terbuka, menulis, dan bereksperimen. Dalam kelas yang berpusat pada siswa anajemen kelas bersifat lebih partisipatif, dengan siswa terlibat dalam menetapkan standar perilaku. Secara keseluruhan, jenis perilaku yang diharapkan akan berbeda. Aturan masih akan dibutuhkan dan harus konsisten dikomunikasikan kepada siswa dan konsisten dijalankan (Freiberg, Connell, & Lorentz, 2001; Freiberg & Lamb, 2009). Jika siswa di kelas yang berpusat pada siswa yang sangat terlibat dan termotivasi oleh keberagaman, kegiatan, dan sifat sosial kegiatan kelas, maka tindakan disiplin akan kurang diperlukan (Weinstein & Mignano, 2003), masalah perilaku siswa akan mengganggu siswa lainnya dalam belajar, dan pengajar harus memiliki strategi untuk membantu siswa memenuhi norma telah disepakat oleh seluruh kelas.

C.    Kontribusi Latihan atau Praktik terhadap Managemen Kelas yang Efektif
Penelitian telah menunjukkan dasar perencanaan akal sehat dan dasar menuju kearah mencegah masalah disiplin, seperti langkah-langkah sederhana termasuk mulai tahun dengan benar, mengatur ruang kelas untuk pengajaran yang efektif, menetapkan aturan dan prosedur kelas, dan membuat harapan perilaku yang jelas kepada siswa (Marzano, 2003). Selanjutnya, membangun hubungan peduli antara guru dan siswa membantu membangun nada kooperatif dalam kelas yang mengurangi masalah disiplin (Crowe, 2008; Freiberg & Lamb, 2009; McNeely, Nonnemaker, & Blum dkk, 2002;. Osher & Fleishman 2005 ).
Kelas yang berbeda tingkatan dan siswa dalam kelompok ini memiliki masalah manajemen yang berbeda. Misalnya, siswa yang lebih muda, memiliki masalah tentang sosialisasi siswa dengan norma dan perilaku yang diharapkan di sekolah (Epstein, 2008; Evertson, Emmer, & Worsham, 2009; Weinstein & Mignano, 2003). Program berfokus pada membangun harapan perilaku seluruh sekolah yang konsisten dan membangun hubungan yang positif dan keberhasilan sekolah melalui penggunaan pembelajaran kooperatif telah efektif dalam meningkatkan perilaku anak SD (Freiberg dkk, 2001;. O'Donnell, Hawkins, Catalano, Abbott , & Day, 1995).
Di sekolah menengah dan sekolah tinggi, siswa dapat memahami prinsip-prinsip yang menggarisbawahi aturan dan prosedur dan secara rasional dapat setuju untuk memperhatikannya (Emmer & Evertson, 2009; Evertson dkk, 2009; Weinstein, 2003). Program yang meningkatkan kejelasan aturan, konsistensi penegakan aturan, dan frekuensi komunikasi dengan rumah telah sangat efektif dalam meningkatkan perilaku remaja (Gottfredson, Gottfredson, & Hybl, 1993).
1.      Memulai di Tahun yang Tepat
Emmer, Evertson, & Anderson (1980) dan Evertson & Emmer (1982) mempelajari tindakan guru pada awal tahun ajaran dan hubungannya dengan perilaku siswa di akhir tahun. Mereka menemukan bahwa hari-hari pertama sekolah sangat penting dalam membangun ketertiban kelas. Mereka membandingkan guru yang kelas kebanyakan pada tugas selama tahun sekolah dengan guru yang kelas kurang konsisten pada tugas dan menemukan bahwa manajer kelas yang lebih baik terlibat dalam kegiatan-kegiatan berikut selama hari-hari pertama jika sekolah secara signifikan lebih sering daripada yang kurang manajer yang efektif (Evertson dkk, 2009; Wong & Wong, 2004).
a.       Pengelola yang efektif memiliki kejelasan, rencana khusus untuk memperkenalkan siswa terhadap aturan dan prosedur kelas dan menghabiskan beberapa hari yang diperlukan melaksanakan rencana mereka sampai siswa tahu bagaimana untuk berbaris, meminta bantuan, dan sebagainya.
b.      Pengelola yang efektif dengan melibatkan seluruh kelas diawal. Pengajar tetap terlibat dengan kelas setiap saat, jarang meninggalkan siswa tanpa sesuatu untuk dilakukan atau tanpa pengawasan. Sebagai contoh, pengelola yang lebih efektif jarang bekerja dengan siswa individu kecuali sisa kelas yang produktif ditempati (Doyle, 1984; Sanford & Evertson, 1981).
c.       Pengelola yang efektif menghabiskan waktu ekstra pada hari-hari pertama sekolah memperkenalkan prosedur dan mendiskusikan aturan kelas (sering mendorong siswa untuk menunjukkan aturan sendiri). Guru-guru ini biasanya mengingatkan aturan kelas setiap hari selama setidaknya minggu pertama sekolah (Weinstein & Mignano, 2003).
d.      Pengelola yang efektif mengajarkan prosedur secara spesifik kepada siswa.
e.       Pengelola yang efektif menggunakan kesederhanaan, tugas menyenangkan sebagai kegiatan pertama. Bahan untuk pelajaran pertama sudah dipersiapkan dengan baik, disajikan dengan jelas, dan bervariasi. Guru-guru ini mempersilahkan mendapatkan hak untuk bekerja pada hari pertama sekolah dan memberi mereka petunjuk tentang prosedur secara bertahap, untuk menghindari kelebihan mereka dengan terlalu banyak informasi pada satu waktu.
f.       Pengelola yang efektif segera merespon untuk menghentikan semua perilaku bermasalah.
2.      Mengatur Aturan Kelas
            Setiap awal permulaan tahun ajaran hendaknya guru dan siswa bekerjasama membuat suatu aturan kelas berupa yaitu aturan berhubungan dengan tugas, peraturan tidak terlalu banyak, peraturan harus masuk akal tidak memberatkan siswa dan guru, dan peraturan harus jelas dimengerti siswa dan gurupun tidak tergesa-gesa mengajarkan siswanya. Intinya peraturan harus rasional dan adil kepada pihak siswa dan guru, tidak tumpang tindih atau berat sebelah. Ketika siswa dan guru setuju dengan peraturan kelas, setelah itu tugas siswa dan guru adalah bagaimana pengaplikasiannya di dalam kelas. Pengaplikasiannya di kelas berupa siswa tahu jika ia melanggar aturan kelas sama saja melanggar perjanjian aturan kelas sehingga mendapatkan hukuman, dan guru juga tidak boleh sewenang-wenang dalam peraturan tersebut. Berikut adalah tujuan membuat aturan di kelas, yaitu:
a.       Sopan terhadap yang lain. Peraturan ini melarang mengganggu orang  lain atau berbicara di luar gilirannya berbicara, cemoohan atau menertawai orang lain, gertakan, berkelahi, danseterusnya.
b.      Menghormati hak orang lain.
c.       Padatugas. Ini termasuk tugas siswa mendengarkan penjelasan guru di depan kelas, ketika guru atau siswa lain sedang berbicara hendaknya siswa lain tidak ikut berbicara, siswa tetap terus mengerjakan tugasnya walaupun ada gangguan, siswa tetap di tempat duduk selama jam pelajaran berlangsung.
d.      Mengangkat tangan untuk dikenali. Ini adalah sebuah aturan terhadap memanggil orang lain dan meminta izin terhadap orang lain.

D.    Strategi yang Digunakan untuk Mengatur atau Mengendalikan Perilaku Menyimpang yang Rutin atau Berulang
Barr dan Parrett (2001), Freiberg dan Lapointte (2006) mengatakan bahwa interesting lessons, pelajaran menarik sangat berguna di dalam kelas dan secara perlahan mengatur aktiifitas dalam kelas dan dapat meminimalisir masalah perilaku dan banyak masalah lainnya secara bersama dengan baik. Contoh dikemukakan oleh Kounin (1970) menemukan perilaku guru yang memberikan tugas jangka panjang juga berhubungan dengan beberapa masalah perilaku yang serius. Waktu dari tugas tersebut bisa mengarah ke masalah perilaku, banyak masalah perilaku yang bermunculan karena siswa frustrasi dan bosan di sekolah. Program sekolah yang melibatkansecara aktif dan menyiapkan para murid menuju kesempatan untuk menjadi sukses bisa membantu mencegah beberapa masalah (ekstrakurikuler).
Emmer dan Stough (2011) mengatakan bahwa pelajaran yang efektif dan penggunaan waktu kelas secara efisien bukanlah satu-satunya cara untuk mencegah atau mengatasi perilaku meyimpang. Disamping itu penataan kelas baik aturan dan lain-lain dapat mengurangi frekuensi dari kesalah pahaman siswa dan guru, guru harus mempunyai strategi dalam menghadapi beberapa masalah yang terjadi didalam kelas.
Fay (2001) mengatakan bahwa hal utama dalam masalah perilaku yang berhubungan dengan guru harus menyesuaikan diri dengan semua gangguan sekecil apapun, seperti masalah ketika siswa gagal atau tidak mengikuti peraturan kelas, biasanya guru menganggap hal tersebut tidak terlalu serius namun perilaku yang seperti itu harus diminimalisir untuk membiasakan siswa. Sebelum membuat atau merancang strategi disiplin, sangat penting untuk memperhatikan tujuan utama dari pembelajaran. Mereka seharusnya belajar untuk menjadi seorang pelajar yang kompeten dan mengerti bahwa blajar itu sangat menyenangkan dan memuaskan dan satu lagi yang paling penting adalah lingkungan kelas yang hangat, mendukung, dan menerima dan menumbuhkan perilaku yang baik.
Pannozzo dan Voelkl (1995), Wentzel (1993) mengatakan bahwa ada keterkaitan yang kuat antara perhatian penuh, perilaku baik dan pencapaian siswa.
Lingkungan kelas yang baik tidak bisa tercipta jika siswa tidak menghormati gurunya atau sebaliknya, meskipun guru harus melibatkan siswa dalam pembuatan atau perancangan aturan kelas dan memperhatikan kebutuhan siswa untuk dimasukkan dalam pengaturan ruangan kelas, tetapi guru adalah pemimpin utama yang menstabilkan dan memberlakukab aturan-aturan kelas harus dijalankan oleh siswa. Apabila guru tidak mampu mempertahankan wibawanya di kelas maka guru tersebut hanya akan mengurusi perilaku bermasalah dengan waktu yang lama atau hanya akan meneriaki siswa sebagai intruksi yang tepat sebagai akibat hilangnya wibawa. Berbeda kelas maka strategi yang digunakan berbeda pula sesuai dengan tipe dari masalah disiplin.
1.      Prinsip dari Keterlibatan
Dalam menghadapi masalah perilaku yang rutin, prinsip yang paling penting adalah kita harus memperbaiki perilaku menyimpang dengan menggunakan interfensi sederhana (Gathercoal, 2001; Kyle & Rogien, 2004). Banyak pelajaran yang tertunda karena kita terlalu banyak membuang waktu hanya untuk mendisiplinkan siswa hal itu akan memperlambat pencapain siswa (Crocker & Brooker, 1986; Evertson dkk., 1980).
2.      Prevensi atau Pencegahan
Memvariasikan isi pelajaran, menggunakan berbagai bahan dan pendekatan, menampilkan humor dan antusiasme, dan pembelajaran kooperatif kelembagaan atau pembelajaran berbasis proyek semua dapat mengurangi kebosanan menyebabkan masalah perilaku. Guru dapat menghindari frustrasi yang disebabkan oleh bahan yang terlalu sulit atau tugas yang tidak realistis dengan memecah tugas menjadi langkah-langkah kecil dan melakukan pekerjaan yang lebih baik dengan mempersiapkan siswa untuk bekerja sendiri. Kepenatan dapat dikurangi jika istirahat pendek diperbolehkan, kegiatan yang bervariasi, dan mata pelajaran yang sulit dijadwalkan di pagi hari ketika siswa masih dalam keadaan segar.
3.      Isyarat Nonverbal
Levin dan Nolan, 2007 mengatakan bahwa kita bisa menghilangkan perilaku yang menyimpang yang rutin tanpa merusak momentum dengan menggunakan isyarat sederhana. Cukup dengan kontak mata kita bisa mencegah dan menghentikan perilaku yang menyimpang atau sentuhan ringan dipundak biasanya akan efektif. Maksud dari isyarat non verbal tersebut adalah dengan maksud mengatakan “saya melihat apa yang kamu lakukan, dan saya tidak suka, tolong kembali bekerja.
Sebaliknya teguran verbal bisa menyebabkan efek suara, banyak siswa yang akan berhenti mengerjakan tugas ketika salah satu siswa ditegur (Kounin, 1970). Hal ini dapat menganggu konsentrasi dan menghilangkan konsentrasi para siswa bukan hanya yang melakukan tindakan tersebut tetapi banyak siswa yang terkena efeknya.
4.      Perilaku Memuji Bertolak-belakang dengan Perilaku Menyimpang
Pujian bisa menjadi motivasi yang sangat kuat bagi siswa. Salah satu strategi untuk mengurangi perilaku menyimpang di kelas adalah dengan cara memberikan pujian bagi siswa terhadap perilakunya dan hal itu akan menolak atau mengurangi perilaku menyimpang karena pujian itu bertolak belakang dengan perilaku menyimpang. Hal itu akan membawa siswa untuk melakukan hal baik (merasa bangga). Contohnya apabila siswa membuang sampah sembarangan, puji siswa tersebut sehingga ia melakukan hal yang benar.
5.      Memuji Siswa Lain
Memungkinkan untuk menyadarkan satu siswa dengan cara memuji siswa lain. Contohnya Dina sedang mengantuk dan menguap, guru bisa mengatakan saya senang melihat kalian semua belajar dengan bak. Mukhlis bekerja baik, Budi bekerja dengan baik juga, Agung dan Gina juga bekrja dengan baik. Ketika Dina mendegar hal tersebuat, Dina akan memperhatikan juga. Kemudian puji pula Dina setelah itu.
6.      Kata-kata Pengingat
Apabila isyarat non verbal tidak memungkinkan atau tidak efektif, maka dapat menggunakan kata-kata pengingat sederhana. Kata-kata pengingat tersebut harus di katakan segera mungkin, setelah siswa melakukan penyimpangan. Apabila menunda kata-kata pengingat menjadi tidak efektif. Kata-kata pengingat memungkinkan guru mengarahkan apa yang harus dilakukan siswa setelah itu, sehingga siswa dapat memperbaikan kesalahannya.
Everteson, Emmer dan Worsham, 2006 mengatakan bahwa pengingat adalah komunikasi positif dalam menyampaikan harapan postif kita untuk perilaku kedepannya daripada menggunakan kata-kata negatif. Kata-kata pengingat ini haruslah fokus terhadap perilaku bukan siswa. Beberapa perilaku dari siswa ada yang tidak bisa ditoleransi, namun siswa tersebut akan selalu diterima dan disambut di dalam kelas.
7.      Mengulangi Kata-kata Pengingat
Kebanyakan dari isyarat non verbal bekerja dengan baik begitu juga kata pengingat sederhan. Walaupun demikian terkadang tugas siswa berakhir dengan nilai buruk, karena akhirnya mereka tidak mengerjakan tugas tersebut. Dan akhirnya mereka akan mulai membuat alasan, tugas ini akan mendapatkan tambahan waktu lagi sehingga akan membuat siswa tidak akan mengerti maksud guru yang sebenarnya. Sehingga perintah guru dalam kata-kata pengingat tidak akan dijalankan, sehingga guru butuh pengulangan kata-kata pengingat tersebut sehingga siswa akan tahu pentingnya perintah guru.
8.      Menerapkan Konsekuensi atau Hukuman
Apabila cara-cara diatas telah dilakukan namun tidak efektif, langkah terakhir yang harus dilakukan adalah membuat siswa menderita dengan hukuman (axelroad dan mathews, 2003; Colvind, 2004). Contoh konsekuensi adalah mengeluarkan siswa dari kelas, membuat mereka melewatkan beberapa menit waktu istirahat, menambah waktu belajar di waktu pulang sekolah, atau menelpon orantua siswa. Konsekuensi untuk tidak mendengarkan instruksi guru, haruslah dengan hukuman yang tidak menyengkan dan harus dilakukan segera setelah perilaku menyimpang dilakukan. Sebelum menerima kembali siswa yang telah dihukum atas ketidak patuhannya guru harus memberikan tindakan atau kata-kata yang tegas seperti: sekarang kamu memilih bekerja dengan baik dan patuh, atau lima menit waktu istirahatmu dikurangi untuk mengerjakan tugas. Guru harus memilih orang tertentu yang bersedia untuk mengamati siswa disaat istirahat, bisa juga dilakukan tehnik empty threats seperti “apabila kamu masih melakukan hal tersebut maka saya akan menghukum kamu selama satu bulan” namun hal itu akan menjadi buruk dan tidak berguna apabila guru tersebut tidak bisa benar-benar melakukan hal tersebut, sehingga siswa mengabaikan hal tersebut.
Hal yang perlu diperhatikan setelah menghukum siswa, guru tidak boleh mengungkit-ungkit hal tersebut lagi, contohnya ketika siswa boleh masuk ke kelas kembali, kita tidak boleh menyidir atau mengucilkan, siswa pantas mendapatkan fresh start.

E.     Menerapkan Analisis Perilaku yang Digunakan untuk Mengatur Berbagai Macam Masalah Perilaku yang Serius
Namun ada perilaku yang tidak dibiarkan dimanapun seperti berkelahi, mencuri, merusak barang, dan tidak menghargai guru. Pengaplikasian dan pengaktif respon untuk perilaku menyimpang yang serius menggunakan behavioral learning theory hanya akan menahan perilaku namun tidak mengubahnya, atau hukuman akan mengurangi frekuensi saja. Menurut Alberto dan Traudman; Mallott, 2008 bahwa analisa perilaku berdasrkan konsep behavior akan memberikan strategi yang spesifik dalam mencegah dan menghadapi perilaku yang menyimpang.
Umumnya penguatan terhadap perilaku menyimpang dalam kelas berasal dari perhatian guru. Siswa mendapatkan satu persatu pelajaran tentang kenakalan melalui kurangnya perhatian dari guru sehingga timbullah perilaku-perilaku negatif yang sebenarnya tujuannya hanya mencari perhatian guru.
1.      Bagaimana Perilaku Menyimpang Dipertahankan
Prinsip dasar dari behavior learning theories adalah bahwa setiap perilaku berlanjut dari waktu ke waktu dan dipertahankan oleh penguatan. Untuk mengurangi kenakalan di kelas, harus memahami penguat utama yang  mempertahankan perilaku (Chandler & Dahlquist, 2006; Epstein, 2008; Kauffman, Mostert, Trent, & Pullen, 2006).
Penguat yang paling umum untuk perilaku di kelas adalah perhatian dari guru, peer group, atau keduanya. Siswa menerima satu per satu contoh perilaku buruk, baik karena mereka tidak menerima perhatian penuh dari orang dewasa maupun karena tidak ada teman sekelas yang hadir untuk memperhatikan perilaku negatif mererka. Biasanya siswa akan berperilaku secara berlebihan untuk mencari perhatian guru, dan mereka memiliki teman-teman yang mungkin mendorong atau mengapresiasi tingkah laku negatif mereka.
a.       Perhatian guru
Terkadang siswa melakukan kenakalan karena ingin mendapatkan perhatian guru, hal ini yang merupakan hal yang umum menurut pemikiran para guru. Yang terpenting adalah cara untuk mendapat perhatian dari siswa, caranya sangat mudah berikan perhatian kepada siswa ketika melakukan pekerjaan yang baik dan abaikan ia sebisa mungkin ketika ia nakal. Ketika mengabaikan siswa sangatlah tidak memungkinkan mengeluarkan siswa mungkin akan efektif.
b.      Perhatian dari teman-teman
Perhatian dari teman adalah salah satu alasan perilaku nakal siswa. Hal itu tidak menyenangkan untuk semua orang dan dapat membuyarkan konsentrasi. Perilaku buruk dapat diperkuat dengan adanya perhatian yang diberikan teman-temannya. Mengabaikan perilaku negative tidak akan efektif jika perilaku tersebut mendapat penguat dari teman-temannya. Jika sulit untuk mengurangi perhatian teman-teman maupun perilaku tersebut maka dapat digunakan strategi group kontingensi, strategi ini berfungsi untuk semua orang di dalam kelas dengan memberikan imbalan terhadap perilaku masing-masing orang. Strategi ini  semua siswa mendapatkan hasil dari perilaku baiknya atau teman-temannya, sehingga perhatian teman-temannya akan perilaku menyimpangnya dapat dihilangkan.
c.       Membebaskan diri dari perilaku yang tidak menyenangkan
Hal ketiga yang memperkuat perilaku nakal dari siswa adalah untuk membebaskan diri dari kebosanan, frustrasi, dan tindakan yang tidak menyenangkan. Kebanyakan siswa melihat kegiatan sekolah sangat tidak menyenangkan, membosankan, membuat frustrasi dan membuat lelah. Inilah pengalaman-pengalaman yang terjadi pada siswa-siswa yang gagal di sekolah. Namun bukan hanya yang nakal tetapi bahkan siswa yang sangat rajinpun akan meraskan bosan dan frustrasi. Hal ini bisa diketahui dengan memperhatikan frekuensi dari siswa yang meminta izin minum, ke wc, menamjamkan pensil. Hal ini yang biasa membuat seriusnya perilaku menyimpang pada siswa. Terkadang ada siswa yang sengaja melakukan kenakalan akan diusir dari kelas dan mengeluarkan siswa dari kelas terkadang menjadi tindakan yang kurang tepat.
2.      Prinsip dalam Melakukan Analisa Perilaku
Terkadang memang strategi informal seperti isyarat, pengingat dan lain-lain bisa menjadi hal yang efektif. Namun metode sistematis terkadang dibutuhkan. Di dalam kelas dimana lebih banyak siswa yang berperilaku baik dibandingkan tidak, strategi mengatur perilaku secara individual akan lebih efektif namun di dalam kelas kebanyakan siswa yang nakal. Strategi group kontigensi akan lebih dibutuhkan. Berikut adalah bagian dari program analisa penerapan perilaku, yaitu:
a.       Mengenali perilaku target dan penguatnya.
Langkah pertama dalam program ini adalah untuk mengamati perilaku nakal siswa,
1)      Kenali perilaku target kemudian tentukan hal yang menguatkan perilaku tersebut.
2)      Tujuan untuk observasi ini adalah menetapkan batasan dengan perilaku yang ingi diperbaiki.
3)      Perilaku yang dijadikan target adalah perilaku yang paling serius karena sangat mudah untuk diobservasi dan merupakan hal yang paling penting, dan perhatikan pula frekuensinya.
4)      Dalam mengamati perilakunya cobalah untuk mengurangi penguat yang menguatkan perilaku tersebut, hal ini akan membuat perilaku lebih terarah. Apabila perilaku nakal terhadap orang lain, seperti berbicara tanpa ada permisi atau perilaku nakal yang menyebakan perhatian oranglain seperti melawak, maka penguatnya bisa kita amati, apakah itu berasal dari oranglain, guru atau kita sendiri.
b.      Menetapkan batasan perilaku target
Amati perilakunya ketika perilaku tersebut terjadi, sebelum menetukan perilakunya, kita harus mengamati apa yang sebenarnya ia lakukan. Apabila perilakunya menganggu temannya, kita harus spesifik dengan hal yang menganggu. Mungkin menganggu, menjahili temannya, atau menggambil barang temannya.
c.       Memilih sebuah penguat dan krteria penguatan
Apabila penguatnya dari kelas seperti pujian, maka hal itu merupakan hal yang baik untuk memulai program dengan memberikan perhatian dan pujian sebelum ia melakukan perilaku yang nakal, walaupun demikian bersiaplah itu menggunakan penguatan yang lebih kuat, apabila pujian tidak berhasil. Selain pujian mungkin pemberian bintang atau smilly atau hadiah kecil lainnya akan berguna. Hadiah-hadiah kecil tersebut akan lebih tepat sasaran dan terlihat menyenangkan bagi siswa. Hadiah tersebut akan menambahkan penguatan sosial siswa.
d.      Apabila perlu pilih sebuah hukuman dan kriteria untuk menghukum
Dibandingkan dengan hukuman dalam program ini lebih diutamakan menggunakan behavioral learning theory karena hukuman akan membuat suatu kebencian meskipun itu menyelesaikan masalah tetapi dapat melahirkan maslah lainnya. Walaupun sebenarnya hukuman bekerja baik seperti penguatan tetapi sebaiknya dihindari karena tidak menghasilkan kebahagiaan dan kelas yang sehat (Walker dkk, 2007). Hukuman tertentu dimungkinkan pada beberapa keadaan, dan seharusnya dilakukan tanpa keraguan ketika strategi penguatan tidak efektif. Bagaimanapun program menghukum pada kenakalan akan merampas hak siswa sehingga jangan pernah melakukan hukuman fisik,  jadikan hukuman sebagai pilihan terakhir. Karena sebagian negara menolak hukuman terhadap anak. Menurut O’Leary (1972) ada tujuh prinsip hukuman yaitu;
1)      Gunakan hukuman dengan hemat.
2)      Perjelas pada anak kenapa dia dihukum.
3)      Siapkan untuk anak penguatan positif ketika melakukan hal yang baik.
4)      Memperkuat perilaku anak yang tidak sesuai dengan hukuman yang kita inginkan untuk melemahkannya, contoh ketika anak malas mengerjakan PR kita menghukumnya dengan mengerjakan tugas-tugas yang banyak.
5)       Jangan pernah gunakan hukuman fisik.
6)      Jangan menghukum ketika kamu sangat marah atau emotional.
7)      Hukumlah ketika perilakunya dimulai ketimbang ketuka perilakunya berakhir.
e.       Amati perilaku ketika program berlangsung dan bandingkan ketika perilaku puncak target.
f.       Ketika program ini berfungsi kurangi frekuensi dari penguatan
Ketika program penguatan telah berjalan dengan baik, dan ketika perilaku telah meningkat satu level menjadi baik, frekuensi penguatan bisa dikurangi, semakin banyak perilaku yang baik maka semakinn kecil juga frekuensi penguatan. Hal ini dapat membantu perilaku yang baru dapat bertahan lebih lama dalam kehidupan siswa.
            Sebuah struktural individual managemen perilaku menargetkan untuk mengubah hanya satu perilaku yang paling mendominasi, terlalu banyak mengatasi perilaku dalam waktu yang singkat sangat beresiko gagal dan kebingungan siswa apa yang harus diperbaiki.
Salah satu hukuman yang efektif disebut timeout, sang guru menyuruh anak nakal ini untuk pergi ketempat yang lain selain kelas, seperti kantor, lapangan, dan lain-lain. Kalau bisa tempatkan siswa di tempat yang tidak menarik dan sedikit siswanya. Hukuman ini berguna untuk menghilangkan perhatian dari teman sekelasnya, ini cocok anak-anak yang nakal karena mencari perhatian teman-temannya.
3.      Menerapkan Program Analisa Perilaku
Menerapkan program analisa perilaku terbagi atas dua, yaitu;
a.       Home-based reinforcement strategies
b.      Daily report card program
Satu dari sekian banyak cara dalam mengatur keefektifan ruang kelas adalah home-based reinforcement strategies. Dalam strategi ini guru memberikan siswa catatan harian ataupun mingguan untuk dibawa pulang dan kemudian orangtua akan memberikan pujian spesial atau hadiah kepada anaknya berdasarkan laporan dari gurunya tersebut. Strategi ini memberikan banyak sekali keuntungan dalam mengatur perilaku. Pertama, orangtua dapat mengontrol lebih banyak perilaku dibandingkan sekolah seperti orangtua dapat mengontrol akses untuk kegiatan anak menonton, videogame, komputer dan lain-lain. Orangtua juga akan lebih tahu apa yang disukai dan tidak disukai anaknya. Kedua, strategi ini dapat memberikan informasi kepada kedua orangtua siswa, orangtua yang anaknya bermasalah akan mendapatkan informasi ketika anaknya melakukan kesalahan. Hal ini tidak baik antara hubungan orangtua dan sekolah bisa berakibat saling menuduh. Ketiga, strategi ini sangat mudah dikelola, kita bisa melibatkan banyak orang dewasa untuk menangani anak ini selain gurunya dan lain-lain, untuk menyampaikan laporan setiap harinya.
Daily report card program adalah kartu yang di setup oleh guru yang harus dibawa siswa setiap harinya, hal ini merupakan catatan harian yang diisi oleh guru yang akan dilihat orangtua siswa dan ini adalah alat dalam strategi home based reinforcement.
a.      Cara menggunakan daily report card
1)      Tentukan perilaku-perilaku apa saja yang akan dimasukkan dalam daily report card. Pilihlah perilaku yang ingin dimasukkan dalam daily report card, dan kemudian pilihlah skema penilaian pada setiap perilaku dan pilihlah perilaku yang lebih spessifik.
2)      Jelaskan bagaimana cara program berlangsung kepada oranngtua. Pada program ini partisipasi orangtua sangatlah diperlukan, orangtua hendaknya bertanya ketika laporan anaknya baik. Pada program ini haruslah difokuskan memberikan perilaku yang baik ketimbang menghukum perilaku nakal.
3)      Ketika perilaku meningkat ke arah yang baik atau peningkatan, kurangi frekuensi dari laporan, ketika program ini berjalan dengan baik maka sudah waktunya sedikit demi sedikit mengurangi frekuensinya. Hal ini akan meningkatkan dan mempertahankan perilaku baiknya.
b.      Program grup kontingensi
Program group kontingensi adalah penguatan sistem yang memberikan penghargaan kepada setiap group atau keseluruhan group ketika salah satu anggota group melakukan perilaku baik maupun buruk, dengan kata lain setiap anggota kelas harus bekerja sama. Program ini sangat mudah untuk diberlakukan karena seluruh kelas akan mendapatkan imbalannya ketika salah satu anggota melakukan perilaku baik atau buruk. Teori dibalik program adalah ketika sebuah group diberikan sebuah penghargaan walaupun salah satu anggota group yang melakukan, hal ini akan mendorong satu sama lain untuk bekerja sama untuk memperoleh imbalan (Slavin, 1990). Cara menetapkan sebuah program grup kontingensi adalah sebagai berikut:
1)      Tentukan perilaku mana yang akan dikuatkan dengan cara membuat peraturan kelas.
2)      Menyusun program sistem poin yang sesuai dengan mengembangkan perilaku.
Dilakukan  dengan cara memberikan penilaian dengan sistem poin atas setiap perilaku. Contonhya seperti perilaku baik diberi nilai 5 dan perilaku buruk diberi nilai -5. Setiap poin bisa ditukar dengan imbalan seperti tambahan jam istirahat dan lain-lain.
Kelas akan diberi penghargaan setiap hari atau minggu jika mereka melebihi jumlah poin yg ditentukan. Cara lain untuk mengatur sebuah program grup Kontingensi ini adalah memberikan nilai pada kelas beberapakali pada siang hari. Sebagai contoh, anda mungkin menyetel timer  setiap 10 menit (tetapi bervariasi atau acak dari 1 hingga 20 menit). 
Jika seluruh kelas mampu menyesuaikan diri dengan aturan kelas ketika timer berbunyi, maka kelas tersebut akan mendapatkan point. Program yang sama dapat juga dilakukan dengan memberikan 1 point kepada kelas yang muridnya mampu menyesuaikan diri dengan aturan kelas. Beberapa guru memasukkan sebuah kelereng kedalam guci setiap waktu dan dari waktu-kewaktu apabila murid kelas mengikuti aturan kelas. Setiapa kelereng bernilai 30 detik tambahan waktu istirahat. Suara dari setiap kelereng yang masuk kedalam guci membuat siswa megetahui bahwa mereka melakukannya dengan baik. Di sekolah menengah, di mana jam istirah tambahan tidak mungkin, setiap harga dari kelereng bisa dipindahkan dan di berikan sebagai tambahan waktu istirahat selama  30 detik pada penghujung periode atau pertemuan pada hari jumat.
3)      Mempertimbangkan poin pada perilaku yang menyimpang. Pengurangan ini dapat membantu peningkatan perilaku siswa seperti mengurangi 10 poin apabila ada perilaku yang menyimpang.
4)      Ketika perilaku meningkat kurangi frekuensi pemberian poin dan penguatan, hal ini membantu siswa dalam menyesuaikan diri sehingga ketika meraka sudah terbiasa mereka akan melakukan hal baik tanpa mengharapkan imbalan. Kombinasikan group dan individual kontingensi, kombinasikan dengan cara memberikan laporan mingguan atau harian kepada orangtua siswa.
4.      Etika dari Metode Behavioral
Behavior analisis strategi dapat menjadi cara paling kuat dalam metode behavioral karena dapat membuat perilaku yang bahkan seburuk sekalipun menuju ke level yang bisa dikontrol namun walaupun demikian ada beberapa bahaya pada guru yang menggunakan tehnik tersebut untuk over kontrol terhadap siswanya. Seperti membuat siswa tetap duduk tenang, diam, dan memperhatikan secara produktif, namun ia tidak mengetahui bahwa inti dari bersekolah adalah untuk belajar bukan untuk kontrol sosial.
Beberapa tahun yang lalu Wineet dan Winkler (1972) menulis sebuah artikel yang berjudul “be steel, be quiet, be docile” dimana mereka memperlihatkan bahwa modifikasi perilaku yang berbasis classroom management system telah disalahgunakan karena guru percaya bahwa “quiet last is learning class” menurut Emmer dan Aussiker (1990) Behavioral management system dapat meningkatkan waktu dalam belajar, bagaimanapun kualitas dari instruksi dan intensfitas belajar akan meningkat dam mendidik. Namun waktu tambahan tersebut hanyalah sia-sia. Menerapkan behavior analisis method hanya diberlakukan ketika metode pencegahan dan metode peningkatan managemen kelas tidak cukup untuk menciptakan lingkungan positif untuk belajar. Tidaklah etis terlalu banyak menggunakan metode ini tetapi mungkin lebih etis jika gagal mengaplikasikan kedua metode tersebut, dan membuat kita tahu bahwa ada masalah yang serius.

F.     Mencegah Masalah Serius
Setiap orang bermasalah, sangat sulit bagi seoranguntuk suatu waktu tidak melakukan sesuatu yang ia salah dan itu ilegal, bagaimanapun beberapa orang bermasalah jauh lebih sering dibandingkan dengan yang lainnya, dan siswa pada kategori ini menyebabkan guru dan administrator sekolah  mengalami kekhawatiran dan masalah. Maka dari itu muncullah program pencegahan.
1.      Program Pencegahan
Sangat banyak pendekatan yang menjanjikan pencegahan kepada masalah perilaku seperti menciptakan kelas yang aman dan pro sosial, akan membuka diskusi yang baik terhadap perilaku dan cara menghindarinya (Learning First Alliance, 2001; Osher, Dwyer, dan Jackson, 2004; Stipek dkk, 1999). Memberikan siswa kesempatan untuk menjalankan peran sosial seperti relawan, menjadi leader dalam aktifitas, dan memberikan dampak yang baik untuk sekolah dan komunitas (Allen, 2003; Freiberg dan Lapoointe, 2006). Membuat kelas dengan partisipasi, demokrasi dan dapat memberikan siswa jalan untuk mendapatkan pengakuan dan kontrol di dalam lingkungan yang positif dan mengurangi keinginan untuk bertindak negatif (Hyman dan Snook, 2000).
Mengurangi ketidakadilan di sekolah telah membantu mengurangi bullying dan kekerasan (Pellegrini, 2002). Program yang meningkatkan pencapaian akademik juga memberikan efek yang baik kepada perilaku (Barr dan Parrett, 2001). Strategi-strategi tersebutlah yang akan mebantu pencegahan perilaku menyimpang dalam kehidupan sehari-hari siswa ketimbang membawa mereka untuk mendapat spesial trearment.
2.      Mengenali Penyebab Perilaku Menyimpang
Meskipun ada beberapa siswa yang lebih rentan terhadap perilaku yang menyimpang, namun karakteristiknya bukan penyebab perilaku menyimpang. Beberapa siswa perilaku menyimpang karena mereka melihat penghargaan yang ia dapatkan dari perilaku menyimpangnya lebih besar daripada penghargaan yang didapatkan ketika berperilaku baik.
3.      Mengadakan Aturan dan Latihan
Kita harus memiliki harapan bahwa siswa akan mengikuti peraturan sekolah secara konsisten, sebagi contoh grafity atau perusakan, harus diperbaiki sekaligus sehingga siswa tidak akan memikirkan untuk merusak atau mencoret-coret properti dan lain-lain. Walaupun demikian peraturan harus ditegakkan dengan tegas dan adil; penerapan kaku pada aturan tanpa toleransi sudah tidak menjadi produktif.
4.      Meningkatkan Kehadiran Disekolah
Bolos dan kenakalan adalah dua hal yang sangat berkaitan, ketika siswa keluar dari sekolah, mereka akan sering akan berada di komunitas dan membuat masalah. (Haslinger, Kelly, dan O’Lara, 1996; Lehr, Hansen, Sinclair, dan Christenson, 2003; Minke dan Bear, 2000). Barber dan Kagey (1977) mengatakan bahwa dengan mengadakan pesta kehadiran satu bulan penuh akan meningkatan jumlah kehadiran setiap siswa. Fiordaliso, Lordeman, Filipczak, dan Friedman (1977) mengatakan bahwa untuk meningkatkan kehadiran umum digunakan dengan cara menelpon orangtua dimanapun siswa berada dalam beberapa hari berturut-turut, apabila siswa tidak hadir dalam 6 hari dalam satu bulan akan mendapatkan konsekuensi tertentu.
5.      Memeriksa dan Menghubungkan
Ada beberapa bagian dalam memeriksa dan menghubungkan menurut Lehr dkk (2004), yaitu;
a.       Membangun hubungan. Membina rasa saling percaya dan terbuka dalam komunikasi secara terus menerus akan meningkatkan komitmen siswa dalam belajar untuk menjadi sukses.
b.      Mengawasi secara rutin indikator yang dapat berubah. Memeriksa secara sistematis bahaya dari tanda-tanda menarik diri, seperti: kehadiran, perilaku, performa akademinya yang ada di sekolah. Dan dapat dirubah dengan beberapa intervensi.
c.       Intervensi individual dan tepat waktu. Menyediakan bantuan dapat disesuaikan dengan kebutuhan siswa, berdasarkan tingkatan hubungan dengan sekolah, pengaruh terkait antara rumah dan sekolah dan bantuan dari sumber daya lokal.
d.      Komitmen jangka panjang. Komitmen untuk menetap bersama keluarga siswa selama dua tahun termasuk mengikuti perkembangan siswa dan mengikuti perkembangan pemuda dari satu sekolah ke sekolah lain.
e.       Menambah ketekunan. Mempertahankan kegigihan motivasi akademik, keakraban antara pemuda dan keluarga dan secara konsisten bahwa pendidikan penting untuk masa depannya.
f.       Problem solving yaitu kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Membangun atau mereka ulang pemikiran dan mencari solusi daripada menyalahkan sumbernya.
g.      Hubungan dengan sekolah dan belajar. Memfasilitasi siswa untuk memperpartisipasi dalam aktifitas sekolah.

6.      Melatih Intervensi
Classroom Management Strategy harusnya dilakukan untuk mengurangi perilaku yang menyimpang sebelum hal tersebut meningkat hingga kenakalan. Meningkatkan perilaku siswa dan kesuksesannya dapat mengurangi kenakalan. (Gresham, 2005; Walker, Ramsey, dan Gresham, 2003). Hawkins, Guo, Hill, Battin-Parson, dan Abbott (2001) mengunkapkan bahwa menggunakan pencegahan seperti classroom management method menekankan dengan menggunakan pengajaran yang menarik dan bekerjasama dalam pengajaran untuk membantu anak dengan pencapaian yang rendah dan juga bertujuan mengontrol siswa dalam group, siswa dalam program ini yang jarang dikeluarkan dan diusir dari kelas akan berperilaku yang baik di sekolah.
7.      Meminta Keterlibatan Keluarga
Terlibat dalam keluarga siswa ketika terjadi penyimpangan perilaku yang serius saat hal ini terjadi orangtua harus diberitahukan, apabila perlakuan tersebut berlanjut orangtua harus terlibat dalam menetapkan program, hal ini bertujuan untuk mengkordinasikan antara rumah dan sekolah dalam merespon perilaku menyimpang.
8.      Menggunakan Peer Mediasi
Siswa dapat dilatih menjadi peer mediasi untuk menyelesaikan konflik antara teman sekolahnya, siswa yang memiliki masalah dengan siswa lain bisa diminta untuk membawa masalahnya ke peer mediasi dari pada meminta solusi dari orang dewasa dan peer mediasi sendiri harus aktif dalam melihat lagi masalah teman-temannya dan menawarkan bantuan. Peer mediasi telah menjadi pemecah masalah yang efektif dalam berbagai macam masalah interpersonal.
9.      Menghadapi Bullying
Bullying menjadi masalah utama dalam masa remaja sekarang, baik bullying secara online dan lain-lain. Berikut cara yang efektif untuk menghindari bullying, yaitu:
a.       Mengembangkan dan menmpublikasikan sebuah aturan anti bullying sekolah.
b.      Mengajarkan kepada setiap siswa bahwa bullying dan efek negatifnya di seluruh sekolah.
c.       Menyiapkan training dan kemampuan sosial dan mengenali siswa yang ikut serta dalam aktifitas peran sosialnya. Skill-skill yang perlu dilatih adalah empati, mengontrol denyut nadi, dan anger management.
d.      Mengawasi lokasi dan aktifitas dimana terjadinya perilaku bullying.
e.       Menetapkan konsekuensi perilaku bullying.
10.  Bijaksana dalam Menerapkan Konsekuensi
Menghindari penggunaan penangguhan hukuman terhadap semua perilaku menyimpang yang serius. Penangguhan sering memperparah masalah pembolosan. Karena keduanya menyebabkan siswa malas mengerjakan tugas dan hal itu membuat siswa ketika membolos akan mendapatkan pengalaman tidak baik diluar sekolah (Excel Road dan Mathews, 2003).
Ketika siswa melakukan penyimpangan perilaku mereka harus dihukum namun saat hukuman itu berlangsung hukuman itu harus singkat. Mengeluarkan siswa dari kelas atau memasukkannya kedalam ruangan khusus, umumnya hukuman ini akan efektif terhadap sebagian banyak siswa. Menghilangkan beberapa hak bisa juga digunakan bagaimanapun itu setiap hukuman tidak boleh terlalu lama, setiap anak memiliki kapasitas terhadap perilaku baik dan perilaku tidak baik, sekolahlah yang harus mengarahkan anak untuk menjadikan perilaku menyimpang menjadi musuhnya, terlalu banyak hukuman fisik hanya akan mengarahkan siswa menjadi antisosial. Setelah anak dihukum harusnya anak tersebut diterima sebagai bagian dari kelas.

1 komentar: