PENDAHULUAN
Bagian
pendahuluan dalam makalah ini menguraikan tentang latar belakang, rumusan dan
tujuan masalah. Paparan lebih lanjut sebagai berikut.
A. Latar
Belakang
Memahami
perkembangan aspek afektif peserta didik merupakan salah satu faktor untuk
mencapai hasil yang baik dalam proses pendidikan, tidak hanya dalam hasil
akademik tapi juga dalam hal pembentukan moral.
Afektif
mencakup emosi atau perasaan yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang juga
perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang
perkembangan afektif siswa sangat penting untuk keberhasilan belajarnya. Setiap
peserta didik memiliki emosi yang berbeda, sehingga rangsangan yang diberikan
juga harus berbeda.
Reaksi
emosional dapat berkembang menjadi kebiasaan, sehingga mempengaruhi
perkembangan nilai, moral dan sikap individu ataupun peserta didik.
2. Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas dapat disusun rumusan sebagai berikut.
1. Apa
pengertian emosi?
2. Bagaimana
karakteristik perkembangan emosi?
3. Faktor-faktor
apa yang mempengaruhi perkembangan emosi?
4. Apa hubungan
antara emosi tingkah laku serta pengaruh emosi terhadap tingkah laku?
5. Pengaruh
perbedaan individu dalam perkembangan emosi?
6. Bagaimana
upaya pengembangan emosi remaja dan implikasinya dalam penyelenggaraan
pendidikan?
7. Apa
pengertian dan keterkaitan antara nilai, moral, dan sikap serta pengaruhnya
terhadap tingkah laku?
8. Bagaimana
karakteristik nilai, moral, dan sikap remaja?
9. Apa
faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan sikap?
10. Perbedaan
individual dalam perkembangan nilai, moral, dan sikap?
11. Bagaimana
upaya mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja serta implikasinya dalam
penyelenggaraan pendidikan?
2. Tujuan
Makalah
Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan makalah ini sebagai
berikut.
1. Agar pembaca
mengetahui pengertian emosi.
2. Agar pembaca
mengetahui karakteristik perkembangan emosi.
3. Agar pembaca
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi.
4. Agar pembaca
mengetahui hubungan antara emosi tingkah laku serta pengaruh emosi terhadap
tingkah laku.
5. Agar pembaca
mengetahui perbedaan individu dalam perkembangan emosi.
6. Agar pembaca
mengetahui upaya pengembangan emosi remaja dan implikasinya dalam
penyelenggaraan pendidikan.
7. Agar pembaca
mengetahui pengertian dan keterkaitan antara nilai, moral, dan sikap serta
pengaruhnya terhadap tingkah laku.
8. Agar pembaca
mengetahui karakteristik nilai, moral, dan sikap remaja.
9. Agar pembaca
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai, moral, dan
sikap.
10. Agar pembaca
mengetahui perbedaan individual dalam perkembangan nilai, moral, dan sikap.
11. Agar pembaca
mengetahui upaya mengembangkan nilai, moral, dan sikap remaja serta implikasinya
dalam penyelenggaraan pendidikan.
PEMBAHASAN
Bagian pembahasan dalam makalah ini menguraikan tentang perkembangan
emosi, moral, nilai, dan sikap. Paparan lebih lanjut sebagai berikut.
A.
Perkembangan Afektif
Afektif mencakup emosi atau perasaan
yang dimiliki oleh setiap peserta didik, yang juga perlu mendapatkan perhatian
dalam pembelajaran. Pemahaman guru tentang perkembangan afektif siswa sangat
penting untuk keberhasilan belajarnya. Aspek afektif tersebut dapat terlihat
selama proses pembelajaran, terutama ketika siswa bekerja berkelompok.
1. Pengertian Emosi
Rasa dan perasaan merupakan salah
satu potensi yang khusus dimiliki oleh manusia. Emosi merupakan gejala perasaan
disertai dengan perubahan atau perilaku fisik seperti marah yang ditunjukan
dengan teriakan suara keras atau tingkah laku yang lain (Sitti Hartina: 2008).
Emosi merujuk kepada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khas, suatu
keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak
(daniel goleman: 1995).
Emosi adalah perasaan-perasaan yang
menjadi lebih mendalam, lebih luas dan lebih terarah (Sarlito, 1982:59).
Berbagai macam emosi contohnya: gambira, cinta, marah, takut, cemas dan benci. Pengertian
lain dari emosi adalah warna afektif yang kuat dan ditandai oleh
perubahan-perubahan fisik. Pada saat terjadi emosi seringkali terjadi
perubahan-perubahan pada fisik antara lain berupa:
·
Reaksi elektris pada kulit meningkat
apabila terpesona.
·
Peredaran darah menjadi bertambah
cepat apabila sedang marah.
·
Denyut jantung bertambah cepat
apabila merasa terkejut.
·
Bernapas panjang dan kaku apabila
merasa kecewa.
·
Pupil mata membesar apabila sedang
marah.
·
Liur mengering kaku saat merasa
takut dan tegang.
·
Bulu roma berdiri kaku saat merasa
takut.
·
Mengalami gangguan pencernaan atau
diare saat merasa tegang.
·
Otot akan menegang atau bergetar
(tremora) apabila dalam kondisi tegang atau ketakutan.
·
Komposisi darah akan ikut berubah
karena emosional yang menyebabkan kelenjar-kelenjar lebih aktif.
2. Karakteristik Perkembangan Emosi
a.
Cinta atau kasih sayang
Faktor penting dalam kehidupan
remaja adalah kafasitasnya untuk mencintai orang lain dan kebutuhannya untuk
mendapatkan cinta dari orang lain. Seorang remaja akan mengalami “jatuh cinta”
didalam masa kehidupannya setelah mencapai belasan tahun (Garrison, 1956:483).
Para remaja yang berontak secara terang-terangan dan nakal besar kemungkinan
disebabkan oleh kurangnya rasa cinta dan dicintai yang tidak disadari.
b.
Gembira
Rasa gembira
akan dialami apabila segala sesuatunya berjalan dengan baik dan para remaja
akan mengalami kegembiraan jika ia diterima sebagai sahabat atau diterima
cintanya.
c.
Kemarahan dan permusuhan
Dimana
kita ketahui bahwa dicintai dan mencintai adalah gejala emosi bagi perkembangan
pribadi yang sehat. Rasa marah juga penting dalam kehidupan, karena melalui
rasa marahnya seseorang tuntutannya sendiri dan pemilikan minat-minatnya
sendiri. Dalam upaya memahami remaja ada empat faktor yang sangat penting
sehubungan dengan rasa marah:
1.
Adanya kenyataan bahwa perasaan
marah berhubungan dengan usaha manusia untuk memiliki dirinya dan menjadi
dirinya sendiri.
2.
Pertimbangan penting lainnya ialah
ketika individu mencapai masa remaja, dia tidak hanya merupakan subjek
kemarahan yang berkembang dan kemudian menjadi surut tapi juga mempunyai
sikap-sikap dimana ada sisa kemarahan masa lalu.
3.
Seringkali perasaan marah segaja
disembunyikan dan seringkali samar-samar.
4.
Kemarahan mungkin berbalik pada
dirinya sendiri.
d.
Ketakutan dan kecemasan
Menjelang
anak mencapai masa remaja, dia telah mengalami serangkaian perkembangan panjang
yang mempengaruhi pasang surut berkenaan dengan rasa ketakutannya. Biehler
(1972) membagi ciri-ciri emosional remaja menjadi dua rentang usia:
1.
Remaja rentang usia 12-15 tahun
Pada masa
ini terjadi perubahan jasmani yang sangat cepat, yaitu dengan mulai tumbuhnya
ciri-ciri keremajaan yang terkait dengan matangnya organ-organ seks. Perumbuhan
fisik yang terkait dengan seksual ini mengakibatkan terjadinya kegoncangan
emosi, kecemasan, dan kekawatiran pada diri remaja. Bahkan kondisi ini dapat
mempengaruhi kesadaran beragamanya, apalagi jika remaja kurang mendapatkan
pengalaman atau pendidikan agama sebelumnya. Remaja cenderung skeptis (acuh tak acuh dan cuek)
sehingga malas dan enggan melakukan berbagai ritual keagamaan, seperti sholat.
Ciri-ciri
emosional remaja pada usia 12-15 tahun (Biehlier:1972):
1.
Pada usia ini seorang siswa atau
anak lebih banyak murung dan tidak dapat diterka.
2.
Siswa mungkin bertingkah laku kasar
untuk menutupi kekurangan dalam hal rasa percaya diri.
3.
Ledakan-ledakan kemarahan bisa
terjadi.
4.
Seorang remaja cenderung tidak
toleran terhadap orang lain.
5.
Siswa-siswa mulai mengamati orang
tua dan guru-guru mereka secara objektif dan mungkin marah apabila mereka
ditipu dengan gaya guru yang bersikap serba tahu (maha tahu).
2.
Remaja rentang usia 15-18 tahun
Ciri-ciri
emosional remaja pada usia 15-18 tahun:
1.
Pemberontakan remaja merupakan
pernyataan-pernyataan atau ekspresi perubahan yang universal dari masa
kanak-kanak ke dewasa.
2.
Karena bertambahnya kebebasan
mereka, banyak remaja yang mengalami konflik dengan orang tua mereka.
3.
Siswa pada usia ini sering melamun,
memikirkan masa depan mereka.
3. Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
Pada
dasarnya, pola perkembangan emosi remaja sama dengan pola emosi masa
kanak-kanak, hanya saja penyebab muncul dan memuncaknya emosi yang berbeda.
Pada masa anak-anak, ledakan lebih banyak disebabkan olen hal-hal yang bersifat
materil kongkret, sedangkan pada masa remaja penyebabnya bersifat abstrak,
misalnya menjadi marah jika dikatakan sebagai kanak-kanak, merasa diperlakukan
tidak adil atau ditolak cintanya. Pelampiasan emosi pada remaja tidak lagi
dalam bentuk yang meledak-ledak dan tidak terkendali seperti menangis keras
atau bergulung-gulung, tetapi lebih terlihat dalam gerakan tubuh yang
ekspresif, tidak mau bicara atau melakukan kritik terhadap objek penyebab.
Perilaku semacam ini disebabkan oleh mulai adanya pengendalian emosi yang
dilakukan remaja dan biasanya tercapai kematangan emosional pada akhir
masa remaja (Sitti Hartina:2008).
Sejumlah
penelitian tentang emosi anak menunjukan bahwa perkembangan emosi mereka
bergantung pada faktor kematangan dan faktor belajar (Hurlock, 1960:266).
Metode
belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
1.
Belajar dengan coba-coba
Anak belajar secara coba-coba
untuk mengekspresikan emosi dalam bentuk perilaku yang memberikan pemuasan
terbesar kepadanya, dan menolak perilaku yang memberikan pemuasan sedikit atau
sama sekali tidak memberikan kepuasan.
2.
Belajar dengan cara meniru
Dengan cara
mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak bereaksi
dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
3.
Belajar dengan dengan cara
mempersamakan diri
Dengan cara
mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain, anak-anak bereaksi
dengan emosi dan metode ekspresi yang sama dengan orang-orang yang diamati.
4.
Belajar melalui pengkondisian.
Pengkondisian
terjadi dengan mudah dan cepat pada tahun awal kehidupan anak kecil kurang
mampu menalar, kurang pengalaman untuk menilai situasi secara kritis, dan
kurang mengenal betapa tidak rasionalnya reaksi mereka.
5.
Pelatihan atau belajar dibawah
bimbingan pengawasan terbatas pada aspek reaksi.
Dengan pelatihan, anak-anak
dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang biasanya membangkitkan emosi
yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi secara emosional teerhadap
rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak menyenangkan
4. Hubungan Antara Emosi Tingkah Laku serta Pengaruh Emosi Terhadap Tingkah Laku
Rasa takut
atau marah, kegembiraan yang berlebihan, kecemasan-kecemasan, dan
kekuatiran-kekuatiran dapat menyebabkan menurunnya kegiatan sistem pencernaan
dan kadang-kadang menyebabkan sembelit. Satu-satunya cara penyembuhan yang
efektif adalah menghilangkan penyebab dari tegangan emosi tersebut. Gangguan
emosi juga dapat menjadi penyebab kesulitan berbicara. Reaksi kita terhadap
orang lain juga merangsang timbulnya emosi. Berbeda orang yang kita temui maka
berbeda pula respon yang kita berikan, sehingga merangsang munculnya emosi yang
berbeda pula.
Seorang
siswa tidak senang pada gurunya bukan karena pribadi guru, tapi mungkin karena
situasi belajar di kelas. Jika siswa pernah merasa malu karena gagal dalam
menghafal di muka kelas, pada kesempatan berikutnya ia mungkin takut untuk
berpartisifasi atau bahkan memilih untuk bolos.
Reaksi
setiap pelajar tidak sama, maka rangsangan yang diberikan juga harus berbeda
sesuai dengan kondisi anak. Rangsangan yang diberikan juga akan menghasilkan
perasaan yang akan berpengaruh terhadap hasil belajar.
5. Perbedaan
Individu dalam Perkembangan Emosi
Meningkatnya
usia anak maka emosi juga diekspresikan dengan cara yang lebih lunak karena
mulai adanya pengendalian emosi yang dilakukan.
Ekpresi
emosional yang muncul juga berbeda-beda, ada yang cenderung mengekang atau
menyembunyikan emosinya dan ada pula yang mengekspresikannya secara terbuka.
Perbedaan ini bisa disebabkan oleh faktor fisik, taraf kemampuan intelektualnya,
dan juga oleh kondisi lingkungan. Misalnya, anak yang sehat cenderung kurang
emosional dibandingkan anak yang kurang sehat atau anak yang pandai beraksi
lebih emosional terhadap berbagai rangsangan dibandingkan anak yang kurang
pandai. Tetapi sebaliknya mereka juga pandai dalam menyembunyikan ekspresi
emosi mereka.
6. Upaya
Pengembangan Emosi Remaja dan Implikasinya dalam
Penyelenggaraan pendidikan
Terdapat
berbagai cara mengendalikan lingkungan untuk menjamin pembinaan pola emosi yang
diinginkan dan menghilangkan reaksi-reaksi emosional yang tidak diinginkan
sebelum berkembang menjadi kebiasaan yang tertanam kuat, diantaranya:
1.
Untuk menghadapi remaja yang
cenderung banyak melamun dan sulit diterka, maka guru perlu memperlakukan siswa
seperti orang dewasa yang penuh tanggung jawab.
2.
Untuk menghadapi mereka yang
bertingkah laku kasar , guru dapat membantu dengan mendorong mereka untuk
bersaing dengan dirinya sendiri.
3.
Apabila ada ledakan-ledakan
kemarahan sebaiknya guru segera mengecilkan ledakan emosi tersebut dengan cara
lemah lembut, mengubah pokok pembicaraan, dan memulai aktifitas baru.
4.
Bertambahnya kebebasan remaja maka
sikap pemberontaknya akan semakin mucul, salah satu cara untuk mengatasinya
adalah dengan meminta siswa menuliskan perasaan-perasaan negatif mereka dan
guru juga harus menghargai kebebasan individual mereka.
5.
Masa remaja adalah keadaan yang
membingungkan, serba sulit dan sering muncul konflik dengan orang tua sehingga
siswa sering merasa bingung dan perlu menceritakan penderitaannya, karena
itulah guru diminta untuk menjadi pendengar yang simpatik.
6.
Ada siswa yang hanya memiliki
kecakapan terbatas tapi ”memimpikan kejayaan”, upaya yang bisa dilakukan oleh
guru untuk menghadapi siswa seperti ini adalah dengan mendorongnya untuk berusaha
namun tetap mengingatkan dia untuk menghadapi kenyataan-kenyataan.
7.
Kebanyakan siswa menganggap remeh
suatu pekerjaan tertentu, dalam hal ini guru perlu meyakinkan siswa semua
pekerjaan itu bermanfaat apabila dikerjakan dengan sungguh-sungguh, hati-hati,
dan bertanggung jawab.
B. Perkembangan nilai, Moral, dan
Sikap
1.
Pengertian
dan Saling Keterkaitan Antara Nilai, Moral, dan Sikap serta pengaruhnya
Terhadap Tingkah Laku
Nilai-nilai kehidupan adalah
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, misalnya adat kebiasaan dan sopan
santun. Moral adalah ajaran tentang baik buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak,
kewajiban, dan sebagainya. Moral sering dianggap sebagai prinsip dan patokan
yang berhubungan dengan masalah benar dan salah dalam masyarakat tertentu,
dapat pula diartikan sebagai perbuatan yang sesuai dengan norma benar salah.
Dengan demikian, moral merupakan kendali dalam bertingkah laku yang membedakan
antara perbuatan benar dan salah. Nilai-nilai kehidupan sebagai norma dalam
masyarakat senantiasa menyangkut persoalan antara baik dan buruk, jadi
berkaitan dengan moral.
Sikap adalah kesiapan untuk bereaksi
terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek
tersebut atau kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap mendasari
tingkah laku seseorang.
Dengan demikian keterkaitan semuanya
dapat disimpulkan bahwa, nilai-nilai perlu dikenal terlebih dahulu,
kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap tertentu
terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku sesuai
dengan nilai yang dimaksud.
2.
Karakteristik
Nilai, Moral, dan Sikap Remaja
Dalam pertumbuhan dan
perkembangannya remaja sangat memerlukan kelompok sosial yang dapat menerima
dia sebagaimana adanya, corak dan kehidupan kelompok remaja akan dapat
merubah perilaku remaja seperti pola dan perilakunya. Michel meringkaskan lima
perubahan dasar dalam moral yang harus dilakukan oleh remaja:
1. Pandangan
moral individu makin lama makin menjadi lebih abstrak.
2. Keyakinan
moral lebih terpusat pada apa yang benar dan kurang pada apa yang salah.
3. Penilaian
moral menjadi semakin kognitif, sehingga remaja lebih berani mengambil
keputusan.
4. Penilaian
moral menjadi kurang egosentris.
5. Penilaian
moral secara psikologis menjadi lebih mahal dalam arti bahwa penilaian moral
merupakan bahan emosi dan menimbulkan ketegangan emosi.
Ada tiga
tingkat perkembangan moral menurut Kohlberg:
Tingkat I;
Prakonvensional, yang terdiri dari stadium 1 dan 2
Pada stadium 1, anak berorientasi kepada kepatuhan
dan hukuman. Anak merasa ia harus menurut, kalau tidak akan mendapatkan
hukuman.
Pada stadium 2, pada tahap ini berlaku prinsip Relativistik-Hedonism. Anak tidak lagi
secara mutlak bergantung kepada aturan yang ada di luar dirinya, atau
ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap kejadian mempunyai
beberapa segi. Jadi ada Relativisme,
yang artinya bergantung pada
kebutuhan dan kesanggupan seseorang (hedonistik).
Tingkat II:
Konvensional
Stadium 3, pada stadium ini, anak mulai memasuki
umur belasan tahun. Anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang
dapat dinilai baik atau tidak baik oleh orang lain. Menjadi “anak manis” masih
sangat penting dalam stadium ini.
Stadium 4, tahap mempertahankan norma-norma sosial. Sudah muncul
kesadaran bahwa perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut melaksanakan
aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.
Tingkat III:
Pasca-Konvensional
Stadium 5, tahap orientasi terhadap
perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial. Pada stadium ini ada
hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial atau masyarakat.
Stadium 6, tahap ini disebut Prinsip universal. Pada tahap ini ada
norma etik di samping norma pribadi dan subjektif, remaja melakukan tingkah
laku-tingkah laku moral yang dikemudikan oleh tanggung jawab batin sendiri.
Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti
mengerti nilai-nilai. Tidak hanya memperoleh pengertian saja melainkan juga
dapat menjalankannya atau mengamalkannya.
3.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai, Moral, dan Sikap
Di dalam
usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu
ternyata faktor lingkungan memegang peranan penting, terutama unsur lingkungan
berbentuk manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang.
Bagi anak-anak usia 12 dan 16 tahun, gambaran-gambaran ideal yang
diidentifikasi adalah orang-orang dewasa yang simpatik, teman-teman,
orang-orang terkenal, dan hal-hal yang ideal yang diciptakan sendiri.
Teori perkembangan moral yang
dikemukakan oleh Kohlberg menunjukkan
bahwa sikap moral bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari
kebiasaan dan hal-hal yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Tahap-tahap perkembangan moral terjadi dari aktivitas spontan pada
anak-anak (Singgih G.1990:202). Anak memang berkembang melalui interaksi
sosial, tetapi interaksi ini mempunyai corak yang khusus dimana faktor pribadi,
faktor si anak dalam membentuk aktivitas-aktivitas ikut berperan. Dalam
perkembangan moral, Kohlberg menyatakan adanya tahap-tahap yang berlangsung sama pada setiap
kebudayaan. Penahapan yang dikemukakan bukan mengenai sikap moral yang khusus,
melainkan berlaku pada proses penalaran yang didasarinya. Moral sifatnya
penalaran menurut Kohlberg, perkembangannya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana
dikemukakan oleh Piaget. Makin tinggi tingkat penalaran seseorang menurut tahap-tahap perkembangan
Piaget, makin tinggi pula tingkat moral seseorang.
4.
Perbedaan
Individual dalam Perkembangan Nilai, Moral dan Sikap
Terdapat
perbedaan-perbedaan individual dalam pemahaman nilai-nilai, dan moral sebagai
pendukung sikap dan perilaku untuk mencapai perkembangan nilai, moral dan sikap
serta tingkah laku yang diharapkan. Berbeda umur maka akan berbeda pula
pemahamannya tentang pengertian nilai, moral dan sikap. Perbedaan seseorang
juga dapat dilihat dari perbedaan kebudayaan, bukan hanya mengenai cepat
lambatnya perkembangan yang dicapai, melainkan juga mengenai batas tahap-tahap
perkembangan yang dicapai.
5.
Upaya
Mengembangkan Nilai, Moral dan Sikap Remaja serta Implikasinya dalam
Penyelenggaraan Pendidikan
Adapun
upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam mengembangkan nilai, moral dan sikap
remaja:
1.
Menciptakan komunikasi
Di sekolah
para remaja hendaknya diberi kesempatan berpartisifasi untuk mengembangkan
aspek moral misalnya dalam kerja kelompok, sehingga mereka lebih aktif tidak
hanya sebagai pendengar.
2.
Menciptakan iklim lingkungan yang
serasi
Para remaja
sering bersikap kritis, menentang nilai-nilai dan dasar-dasar hidup orang tua
dan orang dewasa. Karena itu, orang tua dan para guru serta orang dewasa
lainnya perlu memberi contoh perilaku yang merupakan perwujudan nilia-nilai
yang diperjuangkan. Untuk remaja, moral merupakan kebutuhan tersendiri karena
remaja sedang membutuhkan pedoman dalam menemukan jati diri. Oleh karen itulah,
nilai-nilai keagamaan sangatlah penting karena agama juga mengajarkan tingkah
laku yang baik dan buruk.
PENUTUP
KESIMPULAN
Emosi adalah
efektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-perubahan fisik. Jenis emosi yang
secara normal diantara lain: perasaan cinta, gembira, takut, cemas dan sedih.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi emosi antara lain: tingkat kematangan dan
faktor belajar serta kondisi-kondisi kehidupan atau kultur. Dalam kaitannya
dengan penyelenggaraan pendidikan, kita sebagai pendidik dapat melakukan
beberapa upaya dalam pengembangan emosi remaja. Misalnya, konsisten dalam
pengelolaan kelas, pengelolaan diskusi yang baik dan sebagainya.
Upaya-upaya yang
dapat dilakukan dalam rangka pengembangan nilai, moral, dan sikap adalah
menciptakan komunikasi disamping memberi informasi dan remaja diberi kesempatan
untuk berpartisifasi untuk asfek moral, serta menciptakan sistem lingkungan yan
serasi.
DAFTAR PUSTAKA
Muh. Ali dan
asrori. 2010. Psikologi remaja.
Jakarta: Bumi aksara
Sunarto dan
Agung Hartono. 1999. Perkembangan Peserta
Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
0 comments:
Posting Komentar