PENDAHULUAN
Bagian Pendahuluan dalam makalah ini menguraikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, dan Tujuan Masalah. Paparan lebih
lanjut sebagai berikut.
A.
Latar Belakang
Pengangguran
adalah masalah makroekonomi yang mempengaruhi manusia secara langsung dan
merupakan yang paling berat. Para ekonom mempelajari pengangguran untuk mengidentifikasi penyebabnya dan
untuk membantu memperbaiki kebijakan publik yang mempengaruhi
pengangguran.Sebagian dari kebijakan tersebut, seperti program pelatihan kerja,
membantu orang dalam mendapatkan pekerjaan tetapi kebijakan lainnya tetap saja
mempengaruhi munculnya pengangguran secara tidak sengaja.
Pengangguran terjadi disebabkan antara lain,
yaitu karena jumlah lapangan kerja yang tersedia lebih kecil dari jumlah
pencari kerja. Juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar
kerja.Selain itu juga kurang efektifnya informasi pasar kerja bagi para pencari
kerja.
Dengan demikian, Pemerintah diharapkan dapat
mengatasi pengangguran dengan menyediakan lapangan pekerjaan atau
program-program bina usaha untuk masyarakat kecil.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat disusun rumusan sebagai
berikut.
1.
Bagaimana
cara mengetahui kehilangan pekerjaan, perolehan
pekerjaan dan tingkat pengangguran alamiah?
2.
Apakah
yang dimaksud dengan pencarian kerja dan pengangguran
friksional?
3.
Apakah
yang dimaksud dengan kekakuan upah dan pengangguran struktural?
4.
Bagaimana
pola pengangguran terjadi?
C.
Tujuan Masalah
Berdasarkan
rumusan masalah yang ada, maka tujuan makalah ini sebagai berikut.
1.
Agar
pembaca dapat mengetahui tentang kehilangan pekerjaan,
perolehan pekerjaan dan tingkat
pengangguran alamiah.
2.
Agar
pembaca dapat mengetahui tentang pencarian kerja dan pengangguran
friksional.
3.
Agar
pembaca dapat mengetahui tentang kekakuan upah dan pengangguran struktural.
4.
Agar
pembaca dapat mengetahui tentang pola pengangguran.
PEMBAHASAN
Bagian pembahasan dalam makalah
ini menguraikan tentang kehilangan pekerjaan,
perolehan pekerjaan, tingkat pengangguran alamiah, pencarian kerja
pengangguran friksional, kekakuan upah, pengangguran struktural, dan pola
pengangguran
A. Kehilangan Pekerjaan, Perolehan Pekerjaan, dan
Tingkat Pengangguran Alamiah.
Pengangguran adalah orang yang
tidak atau belum bekerja sehingga tidak dapat menghasilkan uang meskipun secara
fisik dapat dan mampu untuk bekerja. Orang yang tidak bekerja (pengangguran)
disebabkan oleh kondisi seseorang yang sedang mencari pekerjaan,
mempersiapkansuatu usaha baru, atau tidak lagi mencari pekerjaan karena merasa
tidak mungkin mendapatkan pekerjaan.
Setiap hari sebagian pekerja
kehilangan atau keluar dari pekerjaanya, dan sebagian lagi yang menganggur
diterima bekerja.Pasang surut yang terjadi secara terus-menerus ini menentukan
bagian dari angkatan kerja yang menganggur. Dalam
bagian ini kita akan mengembang kan sebuah model dinamika angkatan kerja yang
menunjukkan hal-hal faktor-faktor penentu tingkat pengangguran alamiah.
Untuk mengetahui jumlah angkatan kerja
adalah jumlah orang yang bekerja dan menganggur. Dengan notasi sebagai berikut:
L menunjukkan angkatan kerja, E
jumlah orang yang bekerja, U jumlah pengangguran.
Dalam notasi tersebut, tingkat
pengangguran adalah
. Untuk menentukan tingkat
pengangguran, kita asumsikan bahwa L adalah tetap dan memfokuskan pada
perubahan individu dalam angkatan kerja diantara bekerja atau menganggur. Ini
ditunjukkan dalam gambar 6.2
Notasi (s) menunjukkan tingkat pemutusan kerja, bagian dari tenaga kerja
yang kehilangan pekerjaanya setiap bulan.Notasi (f) menunjukkan tingkat
perolehan pekerjaan, bagian dari pengangguran yang mendapatkan pekerjaan setiap
bulannya.Kedua tingkat ini secara bersama-sama menentukan tingkat pengangguran.
Jika tingkat pengangguran tidak
naik atau turun yaitu, jika pasar tenaga kerja berada dalam kondisi mapan, maka
jumlah orang yang mendapatkan pekerjaan harus sama dengan jumlah orang yang
kehilangan pekerjaan. Dalam notasi jumlah orang yang memperoleh pekerjaan
adalah
dan jumlah orang yang kehilangan pekerjaan
adalah
, sehingga kita
bisa menulis kondisi mapan sebagai
kita dapat menggunakan persamaan ini
untuk mendapatkan tingkat pengangguran kondisi mapan. dari persamaan
sebelumnya, kita ketahui bahwa
; yaitu, jumlah orang yang bekerja
sama dengan angkatan kerja dikurangi jumlah pengangguran. Jika kita mengganti
untuk
dalam kondisi mapan, kita peroleh
Untuk mendapatkan tingkat pengangguran,
kita bagi kedua sisi persamaan ini dengan
untuk mendapatkan
Sekarang, kita cari
Persamaan ini menunjukkan bahwa tingkat
pengangguran kondisi mapan
bergantung pada tingkat pemutusan kerja (s) dan
tingkat perolehan kerja (f).Semakin tinggi tingkat pemutusan kerja, semakin
tinggi tingkat pengangguran.Semakin tinggi tingkat perolehan kerja, semakin
rendah tingkat pengangguran.
Model tingkat pengangguran alamiah ini
memiliki implikasi yang jelas tetapi penting bagi kebijakan publik. Semua
kebijakan yang bertujuan menurunkan tingkat pengangguran alamiah akan
menurunkan tingkat pemutusan kerja atau meningkatkan tingkat perolehan pekerjaan.
Demikian pula, semua kebijakan yang mempengaruhi tingkat pemutusan kerja atau
perolehan pekerjaan akan mengubah tingkat pengangguran alamiah.
B. Pencarian Kerja
dan Pengangguran Friksional
Salah satu alasan adanya
pengangguran adalah dibutuhkannya waktu untuk mencocokkan antara pekerja dengan
pekerjaan. Para pekerja mempunyai kemampuan dan karakteristik yang berbeda. Sementara
itu, arus informasi tentang lowongan kerja kurang sempurna. Peristiwa ini dapat
mengurangi tingkat perolehan kerja, karena pekerjaan yang berbeda membutuhkan
keahlian dan juga upah yang berbeda. Pengangguran yang disebabkan oleh waktu
yang dibutuhkan orang untuk mencari pekerjaan disebut pengangguran friksional.
Ketika permintaan terhadap barang
bergeser, permintaan
kerja oleh produsen yang memproduksi barang tersebut juga berubah. Penemuan PC
misalnya, mengurangi permintaanterhadap mesin ketik dan hal itu berdampak pada
permintaan tenaga kerja oleh produsen mesin ketik. Pada saat yang sama,
penemuan tersebut meningkatkan permintaan tenaga kerja pada industri
elektronik. Para ekonom menyebut perubahan komposisi permintaan antar industri
atau wilayah sebagain pergeseran
sektoral.
Selain pergeseran sektoral, PHK juga
dapat disebabkan karena perusahaan mereka bangkrut, tenaga mereka sudah tidak
dibutuhkan lagi, kinerja pekerja merosot dan keinginan mereka untuk berganti
karier.
Kebijakan Publik dan Pengangguran Friksional
Salah satu kebijakan publik untuk
mengurangi jumlah pengangguran friksional adalah adanya asuransi pengangguran.
Dengan adanya asuransi pengangguran, penganggur dapat mengambil upah mereka
setelah mereka kehilangan pekerjaan.
Akan tetapi, program ini dapat mengurangi tekanan bagi para pekerja untuk
mencari kerja dan cenderung menolak tawaran kerja yang kurang menarik. Sehingga
hal ini dapat menyebabkan meningkatnya PHK.
Walaupun program ini meningkatkan
tingkat pengangguran alamiah, bukan berarti bahwa kebijakan tersebut salah. Program ini dapat
mengurangi ketidakpastian pekerja tentang pendapatannya. Para pekerja yang
menolak tawaran kerja yang kurang menarik juga dapat mengarahkan pekerja pada
pencocokan kerja sesuai bidangnya.
Program tunjangan pengalaman 100% adalah
program yang meminta perusahaan yang memberhentikan pekerja untuk memberikan
tunjangan penuh sebesar manfaat asuransi pengangguran.
Program tunjangan pengalaman parsial.
Menurut sistem ini, ketika sebuah perusahaan memecat seorang pekerja,ia hanya
berkewajiban membayar sebagian dari tunjangan pekerja, sisanya berasal dari
penerimaan umum program tersebut.
C. Kekakuan
Upah-Riil dan Penangguran Struktural
Alasan kedua adanya pengangguran adalah
kekakuan upah. Gagalnya upah melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga
kerja sama dengan permintaannya. Dalam model ekuilibrium tenaga kerja, upah riil
menyeimbangkan penawaran dan permintaan. Akan
tetapi, upah tidak selalu
fleksibel. Kadang-kadang upah riil tertahan di atas tingkat kliring pasar atau
tingkat ekuilibrium.
Kekakuan upah menyebabkan pengangguran.
Ketika upah riil berada di tingkat yang menyeimbangkan penawaran dan
permintaan,jumlah tenaga kerja yang ditawarkan melebihi jumlah yang diminta.
Perusahaan harus menjatah pekerjaan yang langka diantara para pekerja. Kekauan upah riil
mengurangi tingkat perolehan kerja dan mempertinggi tingkat pengangguran.
Pengangguran yang disebabkan oleh
kekakuan upah dan penjatahan pekerjaan disebut pengangguran struktural. Para
pekerja tidak di kerjakan karena mereka aktif mencari pekerjaan yang paling
cocok dengan keahlian mereka tetapi karena, pada tingkat upah
berlaku Penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya.
Pengangguran struktural muncul karena
perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja. Tiga
hal yang menyebabkan kekakuan upah yaitu Undang-undang upah minimum, kekuatan monopoli
serikat pekerja dan efisiensi upah.
1.
Undang-undang
upah minimum.
Undang-undang upah minimum menetapkan
tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya.
Sejak dikeluarkannya undang-undang
standar kerja yang adil tahun 1938, pemerintah federal AS memaksa upah
minimum yang biasanya berada diantara 30 sampai 50 persen dari rata-rata
industri manufaktur.
Upah ekuilibrium para pekerja usia muda
cenderung rendah karena kedua alasan yaitu :
a. Para
pekerja usia muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik dan
kurang berpengalaman,mereka cenderung memiliki produktifitas marginal yang
rendah.
b. Para
pemuda sering kali mengambil sebagian dari “kompensasi” mereka dalam bentuk on
the job training ketimbang bayaran langsung.
Untuk mengurangi dampak pengangguran
pada usia muda,para ekonom membuat kebijakan. Kebijakan ini mengijinkan upah
yang lebih kecil bagi para pemuda, yang akan mengurangi pengangguran dan
memungkinkan mereka dapat pelatihan serta pengalaman kerja. Para penentang
kebijakan ini berpendapat bahwa kebijakan ini memberi insentif kepada
perusahaan untuk mengganti para pemuda dengan orang dewasa yang tidak terdidik
yang akan meningkatkan pengangguran diantara kelompok itu. Kebijakan ini diterapkan
secara terbatas pada tahun 1991 sampai 1993,
namun banyak hambatan
yang dihadapi dalam penggunaannya, maka kebijakan ini hanya memiliki dampak
terbatas dan karena itu tidak diperbarui di kongres.
Banyak ekonom dan pembuat kebijakan
percaya bahwa keringanan pajak adalah cara yang lebih baik untuk meningkatkan
pendapatan para pekerja miskin. Namun demikian keringanan pajak memiliki
kelemahan karena mengurangi penerimaan pajak pemerintah.
2.
Serikat
pekerja dan posisi tawar menawar kolektif
Kekakuan upah yang kedua adalah kekuatan
monopoli serikat pekerja. Upah pekerja yang tergabung dalam serikat pekerja
tidak ditentukan oleh tingkat ekuilibrium penawaran dan permintaan, tetapi oleh posisi
tawar menawar kolektif antara pimpinan sekitar pekerja dan manajemen
perusahaan. Sering kesepakatan akhir meningkatkan upah di atas tingkat
ekuilibrium dan memungkinkan perusahaan untuk memutuskan beberapa banyak
pekerja yang diterima. Hasilnya adalah penurunan jumlah pekerja yang
dipekerjakan, tingkat
perolehan kerja yang lebih rendah dan kenaikan pengangguran struktural.
Serikat pekerja juga dapat mempengaruhi
jumlah upah yang dibayar perusahaan yang memiliki angkatan kerja yang tidak
menjadi anggota serikat pekerja karena ancaman pembentukan serikat pekerja bisa
mempertahankan upah diatas tingkat ekuilibrium.
Pengangguran yang disebabkan oleh
serikat pekerja dan ancaman pembentukan serikat pekerja adalah sebuah contoh
konflik antara kelompok kerja yang berada di dalam dan di luar. Para pekerja
yang sudah bekerja pada suatu perusahaan, orang dalam, biasanya berusaha
mempertahankan upah tetap tinggi. Para pengangguran, orang luar, menentang pemberian
upah yang tinggi karena pada upah yang lebih rendah mereka bisa dipekerjakan.
Kedua kelompok ini kecenderungan memiliki kepentingan yang bertentangan.Dampak
dari setiap tawar menawar terhadap upah dan kesempatan kerja sangat tergantung
pada pengaruh relatif pada masing-masing kelompok.
3.
Upah
efisiensi
Teori upah efisiensi menyatakan
bahwa upah yang tinggi membuat para pekerja lebih produktif. Pengaruh upah pada
efisiensi pekerja dapat menjelaskan kegagalan perusahaan untuk memangkas upah
meskipun terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja.
Para ekonom mengajukan beberapa teori
untuk menjelaskan bagaimana upah mempengaruhi produktifitas pekerja.
a. Teori
upah efisiensi yang diterapkan di negara miskin,menyatakan upah mempengaruhi
nutrisi. Para pekerja yangdibayar dengan upah memadai bisa membali lebih banyak
nutrisi dan para pekerja yang lebih sehat lebih produktif. Suatu perusahaan
mungkin akan membayar upah di atas tingkat ekuilibrium untuk menjaga agar
tenaga kerjanya tetap sehat.
b. teori
upah efisiensi yang kedua, yang lebih relevan dengan negara maju, menyatakan
bahwa upah yang tinggi menurunkan perputaran tenaga kerja. Para pekerja keluar
dari pekerjaannya karena berbagai alasan untuk menerima pekerjaan yang lebih
baik dari perusahaan lain, mengubah karier atau pindah kewilayah lain. Semakin
besar perusahaan membayar pekerjanya, semakin besar insentif mereka untuk tetap
bekerja dalam perusahaan tertentu. Dengan membayar upah yang tinggi, perusahaan
mengurangi frekuensi pekerja yang keluar dari pekerjaan, sekaligus mengurangi
waktu yang dibutuhkan perusahaan untuk menarik dan melatih pekerja baru.
c. Teori
upah efisiensi yang ketiga,menyatakan bahwa kualitas rata-rata dari tenaga
kerja perusahaan tergantung pada upah yang dibayar kepada karyawannya. Jika
perusahaan mengurangi upahnya, maka pekerja yang baik bisa mengambil pekerjaan
di tempat lain.meninggalkan perusahaan dengan para pekerja yang tidak terdidik
yang memiliki lebih sedikit alternatif.
d. Teori
upah efisiensi yang keempat,menyatakan bahwa upah yang tinggi meningkatkan
upaya pekerja. Teori ini menegaskan bahwa perusahaan tidak dapat memantau
dengan sempurna upaya para pekerja dan para pekerja harus memutuskan sendiri
sejauh mana mereka akan bekerja keras.
D. Pola Pengangguran
Proses
pencariaan kerja (yang menyebabkan pengangguran friksional) dan kekakuan upah (yang menyebabkan pengengguran
structural).
Kekakuan pada gilirannya
muncul dari undang-undang upah minimum, pembentukan serikat pekerja, dan upah efisiensi.
1.
Durasi Pengangguran
Sebagian
besar pengangguran bersifat
jangka-pendek, maka seseorang mungkin berpendapat bahwa itu adalah pengangguran
friksional dan tidak dapat dihindari. Para pengangguran mungkin memerlukan waktu untuk mencari pekerjaan yang paling
cocok dengan keahlihan dan selera mereka. Disisi lain pengangguran
jangka-panjang tidak bisa dengan mudah dikaitkan
dengan waktu yang dibutuhkan untuk mencocokan pekerjaan dan pekerja: kita tidak
berharap proses pencocokan ini memakan waktu berbulan-bulan. Pengangguran
jangka-panjang cenderung menjadi pengangguaran struktural. Data yang ada
menunjukkan bahwa masa menganggur adalah pendek, tetapi sebagian besar waktu menganggur itu bisa dikaitkan dengan pengangguran jangka-panjang.
Perhatikanlah
data tahun 1974, ketika tingkat pengangguran adalah 5,6 persen. Pada tahun itu, 60 persen dari masa menganggur berakhir
dalam waktu satu bulan, tetapi
69 persen dari minggu-minggu menganggur berlangsung dua bulan atau lebih.
Anggaplah bahwa 10 orang menganggur pada tahun
tertentu. Dari 10 orang ini,8 orang menganggur selama 1 bulan dan 2 orang
menganggur selama 12 bulan,sehingga total 32 bulan. Dalam contoh ini, sebagian besar masa menganggur adalah
pendek: 8 dari 10 masa menganggur, atau
80 persen berakhir dalam satu bulan. Tetapi sebagian
besar masa menganggur dikaitkan dengan pengangguran jangka panjang: 24 haari 32
bulan menganggur atau 75 persen, dialami
oleh 2 pekerja yang masih menganggur selama
12 bulan. Tergantung pada apakah kita melihat masa menganggur atau bulan-bulan
menganggur, sebagian besar
pengangguran bisa berupa pengangguran jangka panjang.
Bukti tentang
durasi pengangguran ini memiliki implikasi penting terhadap kebijakan publik.
Jika tujuannya adalah memperkecil tingkat pengangguran alamiah, maka kebijakan harus ditunjukan pada
jumlah pengangguran yang besar. Tetapi kebijakan harus ditargetkan dengan
cermat, karena pengangguran jangka panjang
menunjukan monoritas yang lebih kecil dari mereka yang menjadi pengangguran.
Sebagian besar orang menjadi pengangguran memperoleh pekerjaan dalam waktu
singkat.
2.
Variasi Tingkat Penganggurandi
Antara kelompok-kelompok Demografis
Model
itu menunjukan dua penyebab kemungkinan timbulnya tingkat pengagguran yang
tinggi: tingkat perolehan kerja yang rendah dan tingkat pemusutan hubungan
kerja yang tinggi. Sebagai contoh, pria kulit putih yang bekerja adalah 4 kali
lipat cenderung menjadi pengangguran jika ia seorang pemuda (teenager) ketimbang
ia seorang dewasa (middle-aged); sekali menganggur, tingkat
perolehan kerjanya begitu terkait dengan usianya. Para pekerja lebih muda baru memasukipasa tenaga
kerja dan mereka seringkali tidak merasa pasti
dengan rencana karirnya. Barangkali yang terbaik adalah mereka mencoba berbagai jenis pekerjaan
sebelum membuat komitmen jangka panjang pada pekerjaan tertentu. Jika demikian
seharusnya mengharapkan tingkat pemutusan hubungan kerja yang lebih tinggi dan
tingkat pengangguran friksional yag lebih tinggi.
TINGKAT PENGANGGURAN MENURUT
KELOMPOK DEMOGRAFIS:2000
Usia
|
Pria
kulit
putih
|
Wanita
kulit
putih
|
Pria
kulit
hitam
|
Wanita
kulit
hitam
|
16-19
|
12,3
|
10,4
|
26,4
|
23,0
|
20 ke atas
|
2,8
|
3,1
|
7,0
|
6,3
|
|
3.
Tren dalam pengangguran AS
a.
Demografis
Perubahan
demografis ini tidak sepenuhnya menjelaskan trennya pengagguran karena tren
yang sama muncul pada kelompok-kelompok demografis tetap. Misalnya untuk
laki-laki berumur 25 dan 54 tahun ,tingkat pengangguran rata-rata meningkat
dari 3,0 persen pada tahu 1960-an
menjadi 6,1 persen pada tahun 1980-an. Jadi meskipun perubahan-perubahan
demografis menjadi bagian dari kisah meningkatnya penangguran selama periode
ini, namun harus ada penjelasan lain mengenai
tren ini, namun harus ada penjelasan lain mengenai tren jangka panjang tersebut.
b.
Pergeseran
sektor
Semakin besar
jumlah realokasi sektoral semkin besar tingkat pemutusan hubungan kerja dan
semakin tinggi tingkat pengangguran friksional. Satu sumber pergeseran
sektoral selama tahun 1970-an dan awal
tahun 1980-an adalah melonjaknya harga
minyak yang disebabkan oleh OPEC, yaitu organisasi Negara-negara penghasil minyak.
Perubahan bersar dalam harga minyak ini menurut realokasi tenaga kerja dari
sector padat energi yang lebih besar ke sector padat energi lebih kecil.
Jika demikian, maka lonjakan minyak-minyak telah
meningkatkan harga-minyak telah meningkatkan pengangguran selama periode ini.
Meskipun sulit untuk dievaluasi,penjelasan ini konsisten dengan perkembangan
baru:penuruan pengangguran selama tahun 1990-an dikaitkan dengan stabilitas
kenaikan harga minyak.
c.
Produktivitas
Penjelasan
ketiga tentang tren pengangguran menekankan hubungan antara pengangguran dengan
produktivitas. Dalam teori standar pasar tenaga kerja, produkttivitas yang lebih tinggi menunjukan
peningkatan pemerintaan tenaga kerja berupa riil yang lebih tinggi,namun
penganguran tetap. Prediksi ini konsisten dengan data jangka panjang, yang menentukan tren peningkatan yang
konsisten dalam produktivitas dan upah riil tetapi tidak dengan tren
pengangguran. Ketika produksi berubah, pekerja
secara bertahap hanya mengubah upah riil yang mereka minta,yang membuat upah
riil menurun sebagai akibat dari permintaan tenaga kerja dan menurunya upah
riil, mengurangi jumlah pengangguran.
4.
Transisi Masuk danKeluar dari
Angkatan Kerja
Dari dinamika
pasar tenaga kerja: pergeseran individu
masuk dan keluar dari angkatan kerja. Model tingkat pengangguran alamiah kita
mengasumsikan bahwa besarnya angkatan kerja adalah tetap. Dalam hal ini alsan
tunggal untuk pengangguran adalah pemutusan hubungan kerja,dan satu-satunya
alsan untuk meninggalkan pengangguran adalah perolehan kerja. Dalam kenyataan
perubahaan angkatan kerja adalah penting. Sekitar sepertiga dari pengangguran adalah pekerja
baru saja masuk kedalam angkatan kerja. Sebagian dari mereka adalah para
pekerja mudah yang masih mencari pekerjaan pertama mereka; sementara sebagian lain telah bekerja
sebelumnya, tetapi untuk sementara
keluar. Selain itu, tidak semua pengangguran
berakhir dengan memperoleh kerja: hampir separuh dari seluruh masa penganguran berakhir
dengan penarikan para penganguran dari pasar
tenaga kerja. Sebagian individu yang
merasa diri mereka menganggur tidak serius
mencari pekerjaan dan mungkin lebih tepat dianggap keluar dari angkatan kerja.
“Pengangguran“ ini tidak menunjukan masalh
sosial. Disisi lain, sebagian individu
mungkin meningkatkan pekerjaan, tetapi
setelah mencarinya dan belum juga berhasil, mereka menyerah. Para pekerja putus asa (discouraged workers) ini di anggap
keluar dari angkatan kerja dan tidak ditampilkan dalam statistic pengangguran.
Meskipun pengangguran mereka tidak dapat diukur, hal ini tetap menjadi masalah sosial.
5.
Meningkatkan Pengangguran di Eropa
Banyak
ekonom percaya bahwa masalah itu berasal dari besarnya tunjangan menganggur
yang dinikmati oleh para pengangguran,digabungkan dengan turunya permintaan
terhadap para pekerja tidak terlatih dibandingkan para pekerja teratih. Sebagian besar Negara Eropa memiliki
program tunjangan yang sangat dermawan bagi para pengangguran.Program-program
ini berjalan dengan banyak nama:asuransi sosial,masyarakat sejahtera,atau nama
mudah saja “sumbangan”.
Banyak Negara
mengijinkan para penganguran mendapat tunjangan secara tidak terbatas, bukan hanya untuk jangka pendek seperti
di Amerika Serikat. Studi yang dilakukan menunjukkan bahwa Negara-negara lebih
banyak tunjangan bagi para pengangguran cenderung memiliki tingkat pengangguran
yang lebih tinggi. Orang-orang hidup dari tunjangan ini benar-benar keluar dari
angkatan kerja:mesikipun ada peluangkerja,namun mengambil pekerjaan adalah
kurang menarik daripada tetap tidak bekerja. Tetapi orang-orang ini dianggap
sebagai pegangguran dalam statistic pemerintah.Selain itu tidak diragukn lagi
bahwa permintaan terhadap para pekerja tidak terlatih relatif turun
dibangingkan pemerintaan terhadap tenaga kerja terlatih. Perubahaan permintaan
ini kemungkinan terkait dengan perubahan teknologi:computer,miasalnya
meningkatkan permintaan terhadap para pekerja yang mapu menggunakan dan
mengurangi permintaan terhadap para pekerja yang tidak bisa memakainya.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengangguran
menunjukan sumber daya yang terbuang. Para pengangguran memiliki potensi untuk
memberikan konstribusi
pada pendapatan nasional, tetapi
mereka tidak melakukannya. Pencarian kerja yang cocok dengan keahlihan mereka
merupakan hal yang cocok dengan kealihan mereka merupakan hal yang
menggembirakan jika pencarian itu berakhir, dan orang-orang yang menunggu pekerjaan
diperusahaan yang membayar upah di atas ekuilibrium merasa senang ketika
lowongan dibuka.
Pengangguran
friksional dan pengangguran struktural tidak bisa dengan
mudah dikurangi. Pemerintah tidak dapat membuat pencarian kerja berinstan, juga tidak bisa dengan mudah membawa upah mendekati
tingkat ke ekuilibrium.
Tingkat pengangguran nol adalah tujuan yang
sulit diwujudkan dalam perekonomian pasar-bebas.
Tetapi
kebijakan publik bukannya tidak berdaya mengurangi
pengangguran. Program-program pelatihan, sistem asuransi-pengangguran, upah minimum, dan undang-undang yang mengarahkan
posisi tawar menawar
kolektif adalah perdebatan politik yang sering diperbincangkan. Kebijakan yang
kita pilih sebaiknya memiliki dampak penting terhadap tingkat pengangguran
alamiah perekonomian.
DAFTAR
PUSTAKA
Mankiw,
N. Gregory. 2003. Macroeconomics. Fifth Edition. Worth Publisher