Aksara Jawa terdiri dari karakter-karakter (aksara) yang disebut "huruf" atau "aksara nglegena" dalam bahasa Jawa. Karakter-karakter ini merepresentasikan suara konsonan dan vokal dalam bahasa Jawa. Aksara-aksara tersebut digunakan untuk membentuk suku kata, dan beberapa di antaranya dapat digunakan secara mandiri sebagai huruf vokal tunggal.
Tulisan Aksara Jawa berjalan dari atas ke bawah, dan dalam tradisi Jawa kuno, ia dibaca dari kiri ke kanan. Namun, dalam penggunaannya modern, Aksara Jawa kadang-kadang juga ditulis dari kiri ke kanan, mengikuti sistem penulisan bahasa Latin.
Aksara Jawa memiliki sejumlah varian dan bentuk yang disebut "pasangan" atau "sandhangan." Sandhangan digunakan untuk mengubah bunyi atau bentuk suku kata. Misalnya, ada sandhangan untuk mengubah vokal dasar menjadi vokal panjang atau pendek, serta untuk mengubah konsonan dasar menjadi konsonan lainnya.
Pada tahun 1926, aksara Jawa mengalami reformasi dan disederhanakan oleh Pangeran Diponegoro dengan mendirikan "aksara swara" dan "aksara murda." Reformasi ini membuat Aksara Jawa lebih mudah dipelajari dan digunakan secara luas.
Meskipun Aksara Jawa masih digunakan dalam beberapa aspek budaya Jawa dan sering terlihat dalam seni, puisi, dan teks-tradisional, penggunaannya telah menurun seiring dengan penyebaran bahasa Indonesia dan sistem penulisan dengan aksara Latin. Meskipun demikian, beberapa upaya telah dilakukan untuk melestarikan dan menghidupkan kembali Aksara Jawa sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia.
Semoga penjelasan ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang Aksara Jawa kepada Anda! Jika Anda memiliki pertanyaan lebih lanjut, jangan ragu untuk bertanya.
