Strategi pengorganisasian isi
pembelajaran disebut oleh Reigeluth, Bunderson, dan Merrill (1977) sebagai structural
strategy, yang mengacu kepada cara untuk membuat urutan (
sequencing ) dan mensintesis (synthesizing) fakta-fakta,
konsep-konsep, prosedur, atau prinsip-prinsip yang berkaitan. Sequencing
mengacu kepada pembuatan urutan penyajian isi bidang studi dan synthesizing
mengacu kepada upaya untuk menunjukkan kepada si-pembelajar keterkaitan
antar isi bidang studi. Jadi, strategi pengorganisasian mengacu kepada cara
untuk membuat urutan dan sistesis isi bidang studi.
Pengorganisasian
pembelajaran secara khusus, merupakan fase yang amat penting dalam rancangan
pembelajaran. Synthesizing akan membuat topik-topik dalam suatu bidang
studi menjadi lebih bermakna bagi si belajar (Ausubel,1968) yaitu dengan
menunjukkan bagaimana topik-topik itu terkait dengan keseluruhan isi bidang
studi. Sequencing atau penataan urutan, amat diperlukan dalam pembuatan
sintesis.
A.
Strategi Mikro
Strategi pengorganisasian
mikro diacukan untuk menata sajian suatu konsep, atau prinsip, atau prosedur.
1.
Model Gagne
dan Briggs
Menurut Teori
Gagne dan Briggs, teori pembelajaran yang dikembangkannya mendeskripsikan
hal-hal yang berkaitan dengan kapabilitas belajar, peristiwa pengajaran, dan
pengorganisasian pengajaran.
a. Kapabilitas Belajar
Ada 5
kapabilitas belajar yang dapat dipelajari oleh si belajar, meliputi:
1.
Informasi verbal.
Si belajar
telah belajar informasi verbal apabila ia dapat mengingat kembali informasi
itu. Indikator yang biasanya di pakai untuk menunjukkan kapabilitas ini bisa
berupa: menyebutkan atau menuliskan informasi seperti nama, kalimat, alasan,
argumen.
2.
Ketrampilan Intektual
Si
belajar akan menggunakan suatu ketrampilan intelektual apabila ia berinteraksi
dengan lingkungan simbulnya bahasa dan angka yang dapat digunakan dalam
berbagai kegiatan, seperti membaca, menulis, membedakan, menggabungkan,
mengklasifikasi, membentuk konsep atau kaidah serta memecahkan masalah
menghasilkan apa yang disebut dengan ketrampilan intelektual. Ketrampilan
Intelektual mencakup lima katagori, yaitu:
a.
Diskriminasi. Suatu kapabilitas untuk melakukan respon
yang berbeda pada perangsang yang memiliki dimensi fisik yang berbeda. Si
belajar dikatan mendiskriminasikan apabila ia menyatakan apakah sesuatu itu
sama atau berbeda dengan yang lain berdasarkan dimensi fisiknya, seperti:
ukuran, warna, bentuk atau suara.
b.
Konsep konkrit. Si belajar telah belajar konsep
konkrit apabila ia dapat mengidentifikasi contoh contoh baru dari sekelompok
objek atau kelompok-kelompok objek. Contohnya bola, segitiga, kuda, dan
lain-lain.
c.
Konsep abstrak. Si belajar telah belajar konsep
abstrak apabila ia menggunakan suatu definisi untuk mengklasifikasi
contoh-contoh yang tidak dipelajari sebelumnya. Konsep-konsep seperti
“keluarga” atau “orang asing”
d.
Kaidah. Si belajar telah belajar kaidah apabila ia
dapat menggunakan kaidah itu pada contoh-contoh yang sebelumnya tidak
dipelajari. Kaidah adalah hubungan antara dua konsep atau lebih. Contohnya
penggunaan fungsi permintaan untuk memecahkan masalah jumlah permintaan yang
diminta.
e.
Kaidah tingkat lebih tinggi (pemecahan masalah).
Menggunakan dua kaidah atau lebih, yang sudah dipelajari sebelumnya, untuk
memecahkan masalah baru.
3.
Strategi Kognitif.
Siswa telah belajar strategi
kognitif apabila ia telah mengembangkan cara-cara untuk meningkatkan
keefektifan dan efisiensi proses berfikir dan proses belajarnya.
4.
Sikap
Keadaan mental yang komplek dari si belajar
yang dapat mempengaruhi pilihannya untuk melakukan tindakan-tindakan yang
sifatnya pribadi terhadap orang lain, benda, atau peristiwa. Si belajar telah
memiliki sikap apabila ia telah memilih melakukan tindakan yang sama untuk
situasi sama yang terulang.
5.
Ketrampilan Motorik.
Si belajar telah mengembangkan
ketrampilan motorik apabila ia telah menampilkan gerakan-gerakan fisik dalam
menggunakan bahan-bahan atau peralatan-peralatan menurut prosedur.
b. Peristiwa Pengajaran
Teori
belajar pengolahan informasi mendeskripsikan bahwa tindakan belajar merupakan
proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Menurut Gagne (1985)
mengemukakan bahwa tahapan-tahapan ini dapat dimudahkan dengan menggunakan
metode pengajaran yang mengikuti urutan-urutan tertentu, yang ia sebut dengan
“peristiwa pengajaran”. Peristiwa pengajaran dibagi menjadi 9 tahapan, yang
diasumsikan dengan cara-cara yang berpotensi mendukung proses-proses berbeda
tergantung pada kapabilitas seperti apa yang diharapkan.
1. Menarik
Perhatian, Kegiatan yang paling awal dari pengajaran adalah menarik perhatian
pembelajar agar peristiwa - peristiwa agar pembelajaran dikelas berlangsung
dengan baik. Contohnya adalah “Lihatlah gambar ini!” dan “Perhatikanlah gambar
ini!”
2. Memberitahukan
Tujuan Pembelajaran Kepada Pembelajar, Kegiatan ini dilakukan agar dapat
terarahnya seluruh kegiatan yang ingin dicapai. Contohnya adalah apabila
sebelum kita memulai menjelaskan atau memaparkan materi, diharapkan
memberitahukan tujuan pembelajaran agar siswa dapat tau dan terarah kepada
tujuan pembelajarannya.
3. Merangsang
Ingatan, Kegiatan ini dilakukan agar siswa tidak melupakan materi yang pernah
dijelaskan pada pertemuan sebelumnya. Contohnya sebelum memulai pembelajaran
dengan materi selanjutnya, lebih baik jika pembimbing mengingatkan materi yang
telah dijelaskan atau dibahas pada pertemuan sebelumnya agar tidak dilupakan
begitu saja.
4. Menyajikan
Bahan Perangsang, Kegiatan ini dilakukan untuk menarik semua rangsangan
pebelajar agar mudah menerima rangsangan pelajaran dari pembimbing. Contohnya
adalah apabila pembimbing menjelaskan mengenai dunia, harus membawa sesuatu
yang dapat merangsang siswa ingin tahu, misalkan membawa bola globe, buku peta,
atau bahkan peta dunia yang berukuran cukuo besar,
5. Memberi
Bimbingan Belajar, Kegiatan ini dilakukan agar pebelajar terbantu memperoleh
materi yang sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam tujuan diawal tadi. Contohnya
adalah pembelajar memberikan materi arahan terhadap pebelajar secara berurutan.
Misalnya apabila ingin menjelaskan wirausaha harus menjelaskan pengertian
wirausaha terlebih dahulu, sifat-sifat wirausaha, hal positif wirausaha, dan
yang terakhir diharapkan mampu mempraktekan menjadi wirausaha walaupun dalam
skala kecil. Bukan terbalik seperti praktek berwirausaha dulu baru dijelaskan
pengertiannya.
6. Menampilkan
Unjuk Kerja, Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pebelajar
dapat meresap materi yang telah dijelaskan. Contohnya adalah dengan memberikan
studi kasus yang tidak jauh dengan materi yang disampaikan. Misalkan studi
kasus “Wirausaha di Indonesia terhitung sangat sedikit”, pebelajar diharapkan
mampu memberikan pendapatnyamengenai studi kasus tersebut.
7. Memberikan
Balikan Tentang Kecermatan, Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan rambu-rambu
agar siswa tidak berpikiran terlalu jauh dari materi. Contohnya adalah ungkapan
seperti “Ini salah!” dan “ Ini perlu perbaikan!”.
8. Menilai
Unjuk Siswa, Kegiatan ini digunakan untuk mengetahui pebelajar sudah mencapai
tujuan pembelajaran atau belum. Contohnya adalah kegiatan ini dapat dinilai
menggunakan sistem pertanyaan lalu dijawab pada lembaran (evaluasi) atau juga
dapat melalui tes lisan.
9. Meningkatkan
Alih Belajar, Kegiatan ini dilakukan untuk mematangkan kemampuan pebelajar,
karena pebelajar tidak mungkin dapat melakukannya sendiri. Contohnya adalah
pembelajar harus memberikan kesimpulan diakhir pertemuan untuk mengingatkan
siswa pada materi yang telah disampaikan.
c.
Pengorganisasian Pembelajaran (urutan pembelajaran)
Kini sampai pada inti kajian yaitu mendeskripsikan
cara yang diperkenalkan Gagne dalam mengorganisasikan urutan pembelajaran.
Pertimbangan terpenting dalam membuat urutan pembelajaran adalah ada tidaknya
prasyarat untuk suatu kapabilitas, dan apakah si belajar telah memiliki
prasyarat belajar itu.
2.
Model Taba : Pembentukan Konsep
Taba (1980) memperkenalkan strategi
pengorganisasian pembelajaran tingkat mikro, khusus untuk belajar konsep dengan
pendekatan induktif. Strategi yang diciptakannya terdiri dari tiga tahapan
sejalan dengan tiga tingkatan proses berpikir yang dikemukakannya. Ketiga
tingkatan proses berpikir itu adalah:
a.
pembentukan konsep
b.
intepretasi
c.
aplikasi prinsip.
Pengorganisasian
pembelajaran untuk keperluan pembentukan konsep terdiri dari tiga
langkah, yaitu:
1.
Mengidentifikasi contoh-contoh yang relevan dengan
konsep yang akan dibentuk.
2.
Mengelompokkan contoh-contoh berdasarkan karakteristik
serupa (criteria tertentu) yang dimiliki.
3.
Mengembangkan katagori atau nama untuk
kelompok-kelompok itu.
3.
Model Bruner: Pemahaman Konsep
Pembentukan konsep dan pemahaman
konsep merupakan dua kegiatan mengkategorikan yang berbeda yang menuntut
proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh kegiatan mengkategori meliputi
mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh ke dalam kelas dengan
menggunakan dasar criteria tertentu.
Bruner
(1980) memandang bahwa suatu konsep memilki lima unsur dan seseorang dikatakan
memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu. Kelima
unsur tersebut yaitu:
a.
Nama
b.
Contoh-contoh
c.
Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak
d.
Rentangan karakteristik,
e.
Kaidah.
Menganalisis
Strategi Berpikir untuk Memahami Konsep
Bruner
(1980) menggunakan istilah strategi yang mengacu kepada urutan keputusan yang
dibuat oleh seseorang dalam meneliti setiap keputusan yang dibuat oleh
seseorang dalam meneliti setiap contoh dari suatu konsep. Bruner juga
mengembangkan strategi-strategi yang berbeda untuk mencapai jenis konsep yang
berbeda. Ada tiga strategi pengorganisasian pembelajaran pemahaman konsep yang
telah dikembangkan, yaitu:
1.
Model penerimaan mengacu kepada strategi
pengorganisasian contoh-contoh konsep dengan memberi tanda “ya”, bila contoh
itu menjadi contoh konsep, dan tanda “tidak”, bila contoh itu bukan contoh
konsep.
2.
Model pilihan mengacu kepada strategi
pengorganisasian contoh-contoh konsep tanpa memberi tanda “ya” atau “tidak”.
3.
Model dengan contoh yang terorganisasi mengacu
kepada strategi pemahaman konsep dengan menggunakan contoh-contoh yang
terorganisasi dalam lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.
B.
STRATEGI MAKRO
Strategi pengorganisasian makro diacukan untuk menata
keseluruhan isi bidang studi.
1. Hirarki
Belajar
Gagne
(1968) menekankan pada penataan urutan dengan memunculkan gagasan prasyarat
belajar yang disebut hirarkhi belajar. Reigeluth dalam Degeng (1988) mengemukakan bahwa analisis hirarkhi belajar
kurang berarti untuk membuat sintesis. Pendapat ini dipertegas oleh Gagne
(1977) bahwa analisis hirarkhi belajar kurang berarti untuk membuat sintesis,
dengan demikian untuk mengorganisasi keseluruhan isi bidang studi (strategi
makro) perangcang pembelajaran perlu beralih ke strategi lain.
2. Analisa Tugas
Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi
adalah information- processing approach to task analysis Seseorang dapat
saja mempelajari langkah terakhir dari suatu prosedur pertama kali, tetapi
dalam unjuk kerja ia tidak dapat memulai dari langkah terakhir. Gropeper,
Landa, Merrill, Resnick, dan Scandura adalah orang-orang yang pertama kali
menekankan pentingnya hubungan jenis ini (information- processing approach
to task analysis ) dalam pengorganisasian pembelajran pada tingkat makro.
3. Sub Sumptife Sequence
David Ausubel (1968) mengemukakan gagasan, cara membuat urutan sistem
pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran jadi lebih bermakna, ia
menggunakan urutan dari umum ke rinci. Bila pengetahuan baru diassimilasikan
dengan pengetahuan yang sudah ada, maka perolehan belajar dan retensi akan
dapat ditingkatkan
4. Kurikulum Spiral
Jerome Brunner (1960) menyatakan bahwa a spiral curriculum merupakan
pembelajaran tingkat makro, dengan konsep pembelajaran dimulai dengan
mengajarkan isi pengajaran secara umum, kemudian secara lebih rinci.
5. Teori Skema
Anderson dkk. (1977) menguatkan pendapat David Ausubel (1968) dengan tori
skema, teori Ausubel (1968) memandang proses belajar sebagai pengetahuan baru
dalam diri si belajar dengan cara mengaitkannya dengan struktur kognitif yang
sudah ada dan hasil belajar sebagai hasil pengorganisasian struktur kognitif
yang baru, struktur kognitif yang baru ini akan menjadi asimilatif skema.
6. Webteaching
Norman (1973) mengenai webteaching sebagai prosedur menata urutan isi
bidang studi termasuk strategi makro. Prosedur ini menekankan pentingnya peran
struktur pengetahuan yang telah dimiliki oleh si belajar dan struktur isi
bidang yang akan dipelajari. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillema (1983).
7.
Teori
Elaborasi
Strategi atau teori elaborasi
dikategorikan sebagai strategi pengorganisasian isi pembelajarannnya tingkat
makro. Teori elaborasi mendiskripsikan cara cara pengorganisasian isi
pembelajaran dengan mengikuti urutan umum ke rinci. Pengurutan isi pembelajaran
dari yang bersifat umum ke rinci dilakukan dengan langkah pertama dimulai
dengan menampilkan epitome (struktur
isi bidang studi yang dipelajari) selanjutnya mengelaborasi bagian bagian yang
ada dalam epitome secara lebih rinci.
a. Komponen
Teori Elaborasi
Dalam
melakukan pengorganisasian isi pembelajaran harus memerhatikan komponen
komponen yang dijadikan dasar teori elaborasi. Pada dasarnya terdapat tujuh
komponen strategi yang diintegrasikan dalam teori elaborasi, (Reigeluth,1983
& Degeng, 1989) yaitu sebagi berikut :
1. Urutan
Elaboratif
Yang dimaksut dengan urutan
elaboratif adalah urutan isi pembelajaran dari yang bersifat sederhana ke
kompleks atau dari yang bersifat umum ke rinci. Dalam membuat/ melakukan urutan
elaboratif, harus memperhatikan dua hal pokok yaitu:
a. Penyajian
isi bidang studi pada tingkat umum mengepitomasi ( bukan merangkum ) bagian isi
yang lebih rinci dan
b. Epitomasi
dibuat atas dasar satu tipe struktur isi bidang studi.
2.
Urutan prasyarat belajar
Urutan
prasyarat belajar adalah strategi yang menunjukkan konsep, prosedur, atau
prinsip mana yang harus dipelajari sebelum konsep, prosedur, atau prinsip lain
bisa dipelajari. Dengan kata lain urutan prasyarat belajar menampilkan hubungan
prasyarat belajar untuk konsep, prosedur, atau prinsip. Urutan prasayarat
belajar yang dimaksud di sini sepadan dengan struktur belajar atau hirarki
belajar yang dikemukakan oleh Gagne(1985)
3. Rangkuman
Rangkuman
adalah tinjauan kembali ( riview)
terhadap apa yang telah dipelajari. Rangkuman dibuat karena sangat penting
untuk mempertahankan retensi ( daya ingat ) demikian pula rangkuman berfungsi
untuk memberikan pernyataan singkat mengenai isi bidang studi yang telah
dipelajari oleh siswa. Dalam teori elaborasi rangkuman diklasifikasikan menjadi
dua yaitu rangkuman internal dan eksternal. Rangkuman internal diberikan pada
setiap akhir suatu pelajaran dan hanya merangkum isi bidang studi yang baru
dipelajari. Rangkuman eksternal diberikan setelah beberapa kali pelajaran yang
merangkum semua isi yang telah dipelajari dalam beberapa kali pelajaran.
4. Pesintesis
Pesintesis
berfungsi untuk menunjukkan kaitan kaitan di antara konsep, prosedur, atau
prinsip yang diajarkan. Pensitensi sangat penting karena akan menunjukkan
sejumlah keterkaitan/ hubungan diantara konsep, prosedur, dan prinsip sehingga
dapat memudahkan tentang suatu konsep, prosedur, atau prinsip pada bagian isi
yang lebih luas ( Ausubel, 1968)sekaligus juga dapat memberi pengaruh
motivasional pada siswa (Keller,1983). Dengan cara membuat kaitan kaitan di
antara pengetahuan yang baru dengan yang lama, yang telah dimiliki oleh siswa,
pensintesis juga berpeluang untuk meningkatkan retensi ( degeng, 1989)
5. Analogi
Analogi
dibuat untuk dapat memudahkan pemahaman terhadap pengetahuan yang baru dengan
cara membandingkannya dengan pengetahuan yang sudah dikenal oleh siswa(
Reigeluth,1983). Analogi menggambarkan persamaan antara pengetahuan yang baru
dengan pengetahuan lain yang berada diluar cakupan pengetahuan yang sedang
dipelajari. Disamping itu anologi dapat dipakai untuk memperjelas suatu konsep,
prosedur,prinsip atau teori sehingga mudah dipahami siswa.
6. Pengaktifan
strategi kognitif
Strategi
kognitif adalah ketrampilan yang diperlukan siswa untuk mengatur proses
internalnya ketika belajar, mengingat dan berfikir. Strategi kognitif hendaknya
diaktifkan selama pembelajaran berlangsung. Pembelajaran akan menjadi lebih
efektif apabila guru mampu mendorong siswa, baik secara sadar ataupun tidak,
untuk menggunakan strategi kognitif yang susuai, rigney (1978) mengemukakan dua
cara untuk mengaktifkan strategi kognitif, yaitu sebagai berikut:
a. Dengan
merancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa dipaksa untuk
menggunakannya. Cara ini disebut dengan embedded
strategy. Dalam pelaksanaannya, sering kali siswa menggunakannya secara
tidak sadar. embedded strategy activator bisa
berupa gambar, diagram, analogi, dan parafrase. Pertanyaan pertanyaaan penuntun
juga dapat dipakai untuk memenuhi maksut ini, yaitu sebagai embedded strategy activator (
Degeng,1989)
b.
Dengan menyuruh siswa menggunakannya.
Cara ini disebut dengan detached
strategy.cara ini tepat dipakai apabila siswa sudah pernah belajar
bagaimana menggunakan strategi kognitif ini. Contohnya, “ sekarang buatlah
diagram untuk menunjukkan proses yang baru saja diajarkan!”, atau” pikirkan
sebuah analogi untuk memperjelas ide yang baru yang baru saja dibicarakan”. (
Degeng 1989)
7.
Kontrol Belajar
Menurut Merill (1979), konsepsi
mengenai kontrol belajar terkait dengan kebebasan siswa dalam melakukan pilihan
dan pengurutan terhadap isi yang dipelajari ( content control) kecepatan belajar (pace control)komponen strategi pembelajaran yang ingin digunakan (display control)dan strategi kognitif
yang ingin digunakan (conscious cognition
control).
8.
Model
Elaborasi
Menurut Degeng (1989) ada tujuh prinsip
yang menjadi model teori elaborasi, yaitu.
a. Penyajian
kerangka isi (epitome).
b. Elaborasi
secara bertahap.
c. Bagian
terpenting disajikan pertama kali.
d. Cakupan
optimasi elaborasi.
e. Penyajian
pensintesis secara bertahap.
f. Penyajian
jenis pensintesis.
g. Tahapan
pemberian rangkuman.
Menurut Degeng (1989), langkah-langkah
pengorganisasian pembelajaran dengan menggunakan model elaborasi adalah sebagai
berikut.
a. Menyajikan
kerangka isi yang merupakan struktur yang memuat bagian-bagian yang paling
penting dari bidang studi.
b. Elaborasi
tahap pertama. Mengelaborasi tiap-tiap bagian yang ada dalam kerangka isi.
Elaborasi tiap-tiap bagian diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang Phanya
mencakup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan (pensintesis internal).
c. Pemberian
rangkuman dan sintesis eksternal. Pensintesis eksternal menunjukkan hubungan
penting yang ada antarbagian yang telah dielaborasi, dan hubungan antara
bagian-bagian yang telah dielaborasi dengan kerangka isi.
d. Elaborasi
tahap kedua. Mengelaborasi bagian pada elaborasi tahap pertama dengan maksud
membawa siswa pada tingkat kedalaman sebagaimana ditetapkan dalam tujuan
pembelajaran. Setiap elaborasi diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis
internal.
e. Pemberian
rangkuman dan sintesis eksternal.
f. Elaborasi
tahap ketiga dan seterusnya dengan pola yang sama dengan elaborasi-elaborasi
sebelumnya.
g. Tahap
akhir pembelajaran. Menyajikan kembali kerangka isi untuk mensintesiskan keseluruhan
isi bidang studi yang telah diajarkan.
Banyak penelitian yang dilakukan tentang
efektivitas dan efisiensi teori elaborasi. Salah satunya penelitian Wena, dkk.
(2000) dengan judul Pengembangan Modul
Pembelajaran dengan Strategi Elaborasi pada Matakuliah Konstruksi Bangunan dan
Menggambar I pada Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan yang menyimpulkan
bahwa.
a. Modul
yang didesain dengan pendekatan teori elaborasi secara signifikan dapat
meningkatkan efektivitas pembelajaran.
b. Kelompok
mahasiswa yang diajar dengan sistem modul yang dirancang dengan teori elaborasi
memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mahasiswa
yang diajar dengan sistem modul yang tidak dirancang dengan tori elaborasi.
Pada pihak lain,
penelitian Boedhi Rahardjo, Pranoto dan Wena (2006) dengan judul Pembelajaran Teknologi Pengerasan Jalan
Berbasis Komputer untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pendidikan Teknik
Bangunan menyimpulkan sebagai berikut.
a. Berdasarkan
uji kelompok kecil ternyata rata-rata skor hasil belajar mahasiswa yang diajar
dengan strategi pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori
elaborasi adalah 7,76, lebih tinggi dari mahasiswa yang diajar dengan strategi
pembelajaran konvensional yaitu 6,58. Demikian pula berdasarkan uji kelompok
kecil ternyata rata-rata skor retensi mahasiswa yang diajar dengan strategi
pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori elaborasi adalah
7,66 sedangkan mahasiswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional
yaitu 6,41.
b. Terdapat
perbedaan hasil belajar Teknologi Perkerasan Jalan antara mahasiswa yang
belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis komputer yang
dirancang dengan teori elaborasi dan yang belajar dengan strategi konvensional,
dengan nilai thitung = -8,589, pada taraf signifikansi 0,000.
Penggunaan strategi pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori
elaborasi secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar.
c. Terdapat
perbedaan retensi belajar Teknologi Perkerasan Jalan antara mahasiswa yang belajar
dengan menggunakan pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori
elaborasi dan yang belajar dengan strategi konvensional, dengan nilai thitung
= -8,966, pada taraf signifikansi 0,000. Penggunaan strategi pembelajaran
berbasis komputer yang dirancang dengan teori elaborasi secara signifikan dapat
meningkatkan retensi.
DAFTAR
PUSTAKA
Degeng, I Nyoman Sudana. 1988. Kerangka Perkuliahan Dan Bahan Pengajaran. Jakarta: Depdikbud
Dirjen PT.
Wena, Made. 2012. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual
Operasional. Jakarta: PT Bumi Aksara.
0 comments:
Posting Komentar