BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi
secara bertahap dalam kurun waktu September sampai dengan Oktober (Paket
Kebijakan Ekonomi Jilid) Pengeluaran paket kebijakan ekonomi tersebut dilatar belakangi
oleh kebutuhan untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional sebagai dampak
gejolak perekonomian global. Pemerintah berharap
melalui Paket kebijakan Ekonomi dapat mendorong kinerja sektor riil sehingga
lebih kompetitif dan pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Paket
Kebijakan Ekonomi Jilid I difokuskan untuk meningkatkan daya saing industri,
mempercepat proyek-proyek strategis nasional dan mendorong investasi di sektor
properti melalui deregulasi. Untuk mendorong daya saing industri tersebut, pemerintah
akan merombak 89 peraturan dari 154 regulasi yang sifatnya menghambat daya
saing industri. Kebijakan deregulasi diharapkan dapat menghilangkan tumpang tindih
aturan dan duplikasi kebijakan. Untuk percepatan proyek strategis nasional,
pemerintah akan menghilangkan berbagai hambatan, antara lain penyederhanaan
izin, penyelesaian masalah tata ruang, mempercepat pengadaan barang dan jasa,
serta memberikan diskresi menyangkut hambatan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka makalah ini disusun dengan batasan-batasan
sebagai berikut:
(1) Bagaimana konsepsi dari pasar barang ?
(2) Bagaiamana konsepsi kebijakan deregulasi
dalam pasar barang?
(3) Bagaiamana konsepsi kebijakan
debirokratisasi dalam pasar barang?
(4) Bagaimana peran kebijakan deregulasi dan
debirokratisasi dalam pasar barang?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsepsi Pasar Barang
Pasar barang merupakan
pasar yang mempertemukan penawaran dan permintaan barang dan jasa. Pasar
barang sering diistilahkan dengan sektor riil Pasar
barang adalah pasar dimana semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu
negara dan dalam jangka waktu tertentu. Permintaan dalam pasar barang merupakan
agregasi dari semua permintaan akan barang dan jasa di dalam negeri, sementara
yang menjadi penawarannya adalah semua barang dan jasa yang diproduksi dalam
negeri. Dalam ekonomi konvensional, keseimbangan
umum dapat terjadi apabila pasar barang dan pasar uang ada di dalam
keseimbangan.
Dalam keadaan keseimbangan umum
ini besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) yang terjadi akan
mencerminkan pendapatan nasional. Kurva IS
menyatakan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di
pasar barang dan jasa. Kurva IS juga menyatakan “investasi” dan “tabungan”.
Dengan asumsi perekonomian tertutup, dimana ekspor adalah nol, maka pengeluaran
yang direncanakan sebagai jumlah konsumsi C,
investasi yang direncanakan I, dan
pembelian pemerintah G.
E = C + I
+ G
Selanjutnya
perekonomian berada dalam keseimbangan (equilibrium)
ketika pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan. Asumsi ini
didasarkan pada gagasan bahwa ketika rencana orang-orang telah direalisasikan,
mereka tidak mempunyai alasan untuk mengubah apa yang mereka lakukan. Mengingat
Y sebagai GDP aktual tidak hanya
pendapatan total tetapi juga pengeluaran total atas barang dan jasa, sehingga
dapat ditulis kondisi keseimbangan sebagai :
Pengeluaran
Aktual = Pengeluaran Yang Direncanakan
Y =
E
Dapat
disimpulkan, kurva IS menunjukkan kombinasi dari tingkat bunga dan tingkat
pendapatan yang konsisten dengan keseimbangan dalam pasar untuk barang dan
jasa. Perubahan-perubahan dalam kebijakan fiskal yang meningkatkan permintaan
terhadap barang dan jasa menggeser kurva IS ke kanan. Perubahan-perubahan dalam
kebijakan fiskal yang mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa menggeser
kurva IS ke kiri.
2.1.1 Keterkaitan Pasar Barang Terhadap Kebijkan Debirokratisasi Dan Deregulasi Dalam Menciptakan Kondisi Investasi.
Melalui
tingkat investasi yang tinggi akan memudahkan keseimbangn kurva is dalam
mencapai keseimbangan pasar. selain itu, deregulasi dan debirokratisasi mampu
meningkatkan iklim investasi. Melalui
investasi yang tinggi, akan menciptakan peningkatan pada sisi pendapatan,
peningkatan output, dan pada akhirnya akan menciptakan kemakmuran pekerja dan
pengurangan pengagguran. serta penurunan tingkat iklim PHK yang tinggi di tahun
2015.
2.2 Konsepsi Deregulasi
Deregulasi merupakan
aturan atau system (system yang mengatur) tindakan atau proses menghilangkan,
mengurangi segala aturan. Wujud
deregulasi tersebut dapat dilihat pada tindak lanjut atas pengumuman
paket kebijakan penyelamatan ekonomi tahap I, saat ini pemerintah telah
menyelesaikan pembahasan atas 31 deregulasi peraturan dari total keseluruhan
134 daftar peraturan yang termasuk dalam paket kebijakan ekonomi untuk
memperbaiki kinerja perekonomian nasional. Deregulasi peraturan yang telah
selesai pembahasan tersebut, meliputi satu Instruksi Presiden (Inpres), tiga
Peraturan Presiden (Perpres), delapan Peraturan Pemerintah (PP), 17 Peraturan
Menteri (Permen) dari berbagai kementerian serta dua peraturan lainnya.
2.2.1 Munculnya Kebijakan Deregulasi
Kebijakan deregulasi
muncul akibat memburuknya perekonomian Indonesia akhir-akhir ini telah diikuti gelombang
pemutusan hubungan kerja (PHK). Tercatat per Juli 2015, terdapat 11.350 pekerja
yang harus menjadi pengangguran. Data tersebut diperoleh dari lima provinsi
yang melapor, meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Kalimantan
Timur. Di industri tekstil sudah terdapat beberapa pabrik tutup, yang berakibat
PHK lebih dari 36 ribu orang. Memburuknya industri Indonesia juga tercermin
dari penurunan, baik di sisi impor maupun ekspor. Neraca perdagangan Indonesia
memang mengalami surplus di bulan Juli 2015 sebesar 1,33 miliar dolar AS. Namun
demikian, kinerja ekspor maupun impor mengalami penurunan. Sampai dengan
semester I 2015, impor Indonesia hanya mencapai 10,08 miliar dolar AS atau
turun sebesar 28,44 persen dibandingkan Juli 2014. Sementara ekspor hanya mencapai
11,41 miliar dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 19,23 persen dari tahun
lalu. Investasi sebagai pendorong sector industri juga masih mengalami kendala.
Hal ini tercermin dari indeks kemudahan berusaha Indonesia yang masih belum begitu
baik.
Berdasarkan data Bank Dunia
Gambar
1. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Triwulan II Tahun 2015
Sumber:
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), 2015
Keterangan:
PMDN :
penanaman modal dalam negeri
*)
Target Penanaman Modal 2015 Renstra BKPM 2015 — 2019
PMA :
penanaman modal asing
**)
Capaian Januari-Juni 2015 terhadap target 2015
Kondisi
Industri Dalam Negeri
Berdasarkan data Bank Dunia tahun 2015,
daya saing Indonesia untuk berusaha sangat buruk. Indeks kemudahan dalam
berusaha menunjukkan Indonesia berada di peringkat 114 dari 189 negara yang di
survei. Posisi Indonesia jauh berada di bawah negara tetangga di ASEAN, di mana
Singapura berada di peringkat 1, Malaysia (18), Thailand (26), Vietnam (78),
bahkan Philipina (95). Indikator kinerja Daya Saing
2.2.2 Kebijakan Deregulasi Sektor Industri
Deregulasi
peraturan yang dilakukan oleh pemerintah sejatinya bukan hanya untuk memperbaiki
kondisi nilai tukar yang terus menurun. Kebijakan ini juga diarahkan untuk
meningkatkan daya saing industri dan mendorong masuknya investasi.
Kemudahan-kemudahan aturan yang diterapkan setidak-tidaknya ditujukan dapat menarik
minat investor, khususnya investor asing sehingga dapat mendorong produktivitas
industri Indonesia.
Paket deregulasi
Kementerian Perdagangan meliputi sektor ekspor dan impor untuk meningkatkan
daya saing di sektor industri yang mencakup pengadaan impor bahan baku untuk
keperluan industry dan kelancaran arus barang serta membuka peluang bisnis yang
lebih luas. Deregulasi di bidang ekspor yang akan dilakukan, antara lain,
penghapusan kewajiban verifikasi surveyor (VS)
pada ekspor (kayu, beras, precursor nonfarmasi, migas, dan bahan bakar lain).
Juga diputuskan adalah penghilangan pemeriksaan ganda (ekspor CPO, produk
pertambangan hasil pengolahan, dan pemurnian). Sedangkan di bidang impor,
deregulasi dilakukan dengan menghapus kewajiban VS pada impor (besi atau baja dan BPO), rekomendasi
(produk kehutanan, gula, TPT, STPP, besi ataubaja, barang berbasis system pendingin,
beras, hortikultura, TPT batik dan motif batik, barang modal bukan baru, mesin multifungsi
berwarna, dan garam industri), serta penyederhanaan persyaratan (TPT, cengkeh,
dan mutiara).
Secara umum, ekonomi
nasional sedang mengalami tekanan yang cukup berat. Namun demikian, terjadinya peningkatan
impor tehadap barang modal atau bahan baku menjadi sinyal yang positif bagi peningkatan
pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga. Hal ini juga akan didorong oleh
belanja pemerintah, baik dalam belanja aparatur ataupun belanja modal yang
biasanya meningkat di semester kedua. Kebijakan lain pemerintah untuk menarik
investasi adalah dengan memberikan fasilitas pajak, di antaranya adalah
memberikan pengurangan basis pengenaan pajak (tax allowance) dan pengurangan atau pembebasan pajak dalam jangka
waktu tertentu (tax holiday). Selain bertujuan
untuk meningkatkan investasi, pemberian fasilitas pajak bertujuan untuk menumbuhkan
industri baru, transfer teknologi, mengurangi pengangguran, mengolah sumber
daya alam dan pemerataan ekonomi di daerah tertentu. Di lain sisi, pemberian
insentif pajak berdampak mengurangi pendapatan negara dari segi pajak
penghasilan badan.
2.3 Konsepsi Kebijakan Debirokratisasi
Debirokratisasi adalah
upaya untuk menyederhanakan suatu prosedur yang dianggap terlalu berbelit-belit
.Menurut Weber dalam griffin (2004:41), debirokratisasi adalah prasyarat bagi
pembangunan ekonomi dan upaya penciptaan industri modern. Tanpa debirokrasi
tidak mungkin dicapai ekonomi modern yang berkelanjutan, industrialisasi yang
cepat dan "take-off into
selfsustained growth" Salah satu ciri yang penting dari debirokrasi
rasional Weber ini adalah suatu sistem penggajian bagi pegawai sebagai alat
untuk meningkatkan produktivitas debirokrasi.
Debirokratisasi merupakan kebijakan
yang diambil untuk memperbaharui proses penyelenggaraan pelayanan usaha kepada
masyarakat oleh pemerintah. Pemerintah yang memiliki kompetensi dan kewenangan
untuk mengambil final dession kebijakan yang tumpang tindih, mengurangkan aturan prosedur,
dan rasionalisasi kelembagaan pemerintah. Tujuan dari kebijakan ini adalah
untuk menciptakan iklim investasi yang berdaya saing global dan mencapai
sasaran pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat. Selain dapat
mengurangi kerentanan ekonomi Indonesia terhadap gejolak ekonomi internasional,
dapat meningkatkan daya saing berbagai produk buatan Indonesia di pasar
internasional.
2.4 Peran Implementasi Kebijakan Debirokratisasi Dan Deregulasi
Dalam
mencapai kestrabilan dalam perindustrian, pemerintah melaksanakan kebijakan
deregulasi dan debirokratisasi yang diwujudkan kedalam implementasi berikut :
2.4.1 . Implementasi Kebijakan Deregulasi
Kebijakan Deregulasi ini diarahkan untuk
mendorong daya saing industri, dengan
(1) Pemulihan Efisiensi
Memulihkan
dan meningkatkan kegiatan industri atau utilisasi kapasitas
industri, dan menghilangkan distorsi industri yang membebani konsumen, dengan
melepas tambahan beban regulasi dan birokrasi bagi industri, seperti:
mempermudah pengadaan bahan baku hasil pertanian, perikanan, perkebunan, dan
pertambangan; menghilangkan kewajiban pendaftaran produk jadi; uji teknik
produkjadi; mendorong perluasan kegiatan industri baru melalui pengembangan
kawasan industri; kemudahan investasi sektor industri; memperlancar pengadaan
impor komponen ataukelengkapan untuk keperluan ekspor industri; menghilangkan
duplikasi pemeriksaan fisik untuk kelancaran ekspor dan distribusi produk
industri, dsb;
(2) Penyelesaian Kesenjangan Daya Saing
Mempercepat penyelesaian kesenjangan
daya saing industri dibandingkan dengan kondisi daya saing negara lain, seperti
mempermudah birokrasi pengadaan lahan, memperkuat sistem pembiayaan usaha,
memperkuat fungsi ekonomi koperasi, meningkatkan kegiatan wisata, membenahi
sistem pengupahan, penurunan harga gas, konversi BBM ke BBG untuk nelayan,
percepatan izin investasi listrik 35.000
MW, dsb;
(3) Mendorong Keunggulan
Menciptakan inisiatif baru untuk
mendorong keunggulan daya saing industri, seperti: fasilitas perpajakan untuk
mendorong sektor angkutan, pengembangan pusat logistik berikat, inland FTA,
dsb, sehingga industri nasional mampu bertahan di pasar domestic dan
berekspansi ke pasar ekspor.
Bentuk Kebijakan Deregulasi:
(1) Mengurangi Peraturan (Deregulasi):
(a) Merasionalisasi peraturan dengan
menghilangkan duplikasi atau redundansi atau irrelevant regulations.
(b) Melakukan keselarasan antar peraturan.
(c) Melakukan konsistensi peraturan.
(2) Mempermudah Pelayanan Birokrasi
(Debirokratisasi):
(a) Simplifikasi perizinan seperti satu
identitas pelaku usaha atau profile
sharing, sedikit persyaratan
(b) perizinan, dan sebagainya.
(c) Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas
dalam mekanisme dan prosedur perizinan,
serta
(d) penyediaan help desk dan pengawasan
internal yang berkelanjutan.
(e) Menganut sistem pelimpahan kewenangan
kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya).
(f) Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan.
(g) Pelayanan perizinan dan non perizinan
melalui sistem elektronik.
(3) Meningkatkan Penegakan Hukum dan Kepastian
Usaha:
(a) Adanya saluran penyelesaian permasalahan
regulasi dan birokrasi (damage control
channel).
(b) Pengawasan, pengamanan dan kenyamanan,
serta pemberantasan pemerasan dan pungli.
(c) Membangun ketentuan sanksi yang tegas
dan tuntas dalam setiap peraturan.
(4) Cakupan Kegiatan Industri yang direlaksasi:
(a) Kemudahan Investasi;
(b) Efisiensi Industri;
(c) Kelancaran Perdagangan dan Logistik;
(d) Kepastian Pengadaan Bahan Baku Sumber
Dalam Negeri, terutama untuk sektor pertanian kelautan dan
(e) perikanan, hasil hutan, dan barang
tambang
2.4.2 . implementasi kebijakan debirokratisasi
(a)
Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku
usaha atau profile sharing,
sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya.
(b)
Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam
mekanisme dan prosedur perizinan serta penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan.
(c)
Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP
(tempat, bentuk, waktu, biaya).
(d)
Penerapan Risk
Management yang selaras dalam proses perizinan.
(e) Pelayanan
perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
(1)Konsepsi Pasar Barang
Pasar barang
merupakan pasar yang mempertemukan
penawaran dan permintaan barang dan jasa (sektor riil) yang diproduksi oleh suatu negara dan dalam
jangka waktu tertentu.
(2)Konsepsi
Deregulasi
Deregulasi merupakan aturan atau system
(system yang mengatur) tindakan atau proses menghilangkan, mengurangi segala
aturan. Wujud deregulasi tersebut dapat
dilihat pada tindak lanjut atas pengumuman
paket kebijakan penyelamatan ekonomi tahap I,
(3)
konsep
Debirokratisasi
Merupakan
kebijakan yang diambil untuk memperbaharui proses penyelenggaraan pelayanan
usaha kepada masyarakat oleh pemerintah. Pemerintah yang memiliki kompetensi dan
kewenangan untuk mengambil final decision kebijakan
yang tumpang tindih, mengurangkan aturan prosedur, dan rasionalisasi
kelembagaan pemerintah.
(4)Peran Implementasi Kebijakan Debirokratisasi Dan Deregulasi
Implementasi Kebijakan Deregulasi:
(a)
Pemulihan Efisiensi
(b)
Penyelesaian Kesenjangan Daya Saing
(c)
Mendorong Keunggulan
(d)
Merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan
duplikasi atau redundansi atau irrelevant regulations.
(e)
Melakukan keselarasan antar peraturan.
(f)
Melakukan konsistensi peraturan.
(g)
Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku
usaha atauprofile sharing, sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya.
(h)
Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam
mekanisme dan prosedur perizinan serta penyediaan help desk dan pengawasan
internal yang berkelanjutan.
(i)
Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP
(tempat, bentuk, waktu, biaya).
(j)
Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses
perizinan.
(k)
Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem
elektronik.
(l)
Adanya saluran penyelesaian permasalahan regulasi
dan birokrasi (damage control channel).
(m) Pengawasan,
pengamanan dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli.
(n)
Membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas
dalam setiap peraturan.
(o)
Kemudahan Investasi;
(p)
Efisiensi Industri;
(q)
Kelancaran Perdagangan dan Logistik;
(r)
Kepastian Pengadaan Bahan Baku Sumber Dalam Negeri,
terutama untuk sektor pertanian kelautan dan perikanan, hasil hutan, dan barang
tambang
implementasi kebijakan debirokratisasi
(a)
Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku
usaha atauprofile sharing, sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya.
(b)
Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam
mekanisme dan prosedur perizinan serta penyediaan help desk dan pengawasan
internal yang berkelanjutan.
(c)
Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP
(tempat, bentuk, waktu, biaya).
(d)
Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses
perizinan.
(e)
Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem
elektronik.
DAFTAR RUJUKAN
Rusdi. 2012. Debirokratisai dan Deregulasi.(Online).(Https:// /Debirokratisasi-Dan-Deregulasi.Html).
Diakses 17 Februari 2016
Thimut.2010. Deregulasi (Online).(Http: Atau
Atauthimutz.Blogspot.Co.Id Atau2010 Atau10 Ataupengertian Dan Dampak Deregulasi
Dari Html?M=1). Diakses 17 Februari 2016
Word Bank.
2015.Perbandingan Kinerja Indikator Daya Saing (Online).(Https://www.Doing
Bussines.Org.Ranking ,2015). Diakses 17 Februari 2016
0 comments:
Posting Komentar