Senin, 22 Februari 2016

PERAN KEBIJAKAN DEBIROKRATISASI DAN DEREGULASI DALAM PASAR BARANG




BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pemerintah telah mengeluarkan paket kebijakan ekonomi secara bertahap dalam kurun waktu September sampai dengan Oktober (Paket Kebijakan Ekonomi Jilid) Pengeluaran paket kebijakan ekonomi tersebut dilatar belakangi oleh kebutuhan untuk menstimulus pertumbuhan ekonomi nasional sebagai dampak gejolak perekonomian global. Pemerintah berharap melalui Paket kebijakan Ekonomi dapat mendorong kinerja sektor riil sehingga lebih kompetitif dan pada gilirannya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Paket Kebijakan Ekonomi Jilid I difokuskan untuk meningkatkan daya saing industri, mempercepat proyek-proyek strategis nasional dan mendorong investasi di sektor properti melalui deregulasi. Untuk mendorong daya saing industri tersebut, pemerintah akan merombak 89 peraturan dari 154 regulasi yang sifatnya menghambat daya saing industri. Kebijakan deregulasi diharapkan dapat menghilangkan tumpang tindih aturan dan duplikasi kebijakan. Untuk percepatan proyek strategis nasional, pemerintah akan menghilangkan berbagai hambatan, antara lain penyederhanaan izin, penyelesaian masalah tata ruang, mempercepat pengadaan barang dan jasa, serta memberikan diskresi menyangkut hambatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka makalah ini disusun dengan batasan-batasan sebagai berikut:
(1)   Bagaimana konsepsi dari pasar barang ?
(2)   Bagaiamana konsepsi kebijakan deregulasi dalam pasar barang?
(3)   Bagaiamana konsepsi kebijakan debirokratisasi dalam pasar barang?
(4)   Bagaimana peran kebijakan deregulasi dan debirokratisasi dalam pasar barang?

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsepsi Pasar Barang

Pasar barang merupakan pasar yang mempertemukan penawaran dan permintaan barang dan jasa. Pasar barang sering diistilahkan dengan sektor riil Pasar barang adalah pasar dimana semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara dan dalam jangka waktu tertentu. Permintaan dalam pasar barang merupakan agregasi dari semua permintaan akan barang dan jasa di dalam negeri, sementara yang menjadi penawarannya adalah semua barang dan jasa yang diproduksi dalam negeri. Dalam ekonomi konvensional, keseimbangan umum dapat terjadi apabila pasar barang dan pasar uang ada di dalam keseimbangan.
Dalam keadaan keseimbangan umum ini besarnya pendapatan nasional (Y) dan tingkat bunga (i) yang terjadi akan mencerminkan pendapatan nasional. Kurva IS menyatakan hubungan antara tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang muncul di pasar barang dan jasa. Kurva IS juga menyatakan “investasi” dan “tabungan”. Dengan asumsi perekonomian tertutup, dimana ekspor adalah nol, maka pengeluaran yang direncanakan sebagai jumlah konsumsi C, investasi yang direncanakan I, dan pembelian pemerintah G.
E = C + I + G
Selanjutnya perekonomian berada dalam keseimbangan (equilibrium) ketika pengeluaran aktual sama dengan pengeluaran yang direncanakan. Asumsi ini didasarkan pada gagasan bahwa ketika rencana orang-orang telah direalisasikan, mereka tidak mempunyai alasan untuk mengubah apa yang mereka lakukan. Mengingat Y sebagai GDP aktual tidak hanya pendapatan total tetapi juga pengeluaran total atas barang dan jasa, sehingga dapat ditulis kondisi keseimbangan sebagai :
Pengeluaran Aktual = Pengeluaran Yang Direncanakan
Y      =         E
Dapat disimpulkan, kurva IS menunjukkan kombinasi dari tingkat bunga dan tingkat pendapatan yang konsisten dengan keseimbangan dalam pasar untuk barang dan jasa. Perubahan-perubahan dalam kebijakan fiskal yang meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa menggeser kurva IS ke kanan. Perubahan-perubahan dalam kebijakan fiskal yang mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa menggeser kurva IS ke kiri.

2.1.1     Keterkaitan Pasar Barang Terhadap Kebijkan Debirokratisasi Dan Deregulasi Dalam Menciptakan Kondisi Investasi.

Melalui tingkat investasi yang tinggi akan memudahkan keseimbangn kurva is dalam mencapai keseimbangan pasar. selain itu, deregulasi dan debirokratisasi mampu meningkatkan iklim investasi.  Melalui investasi yang tinggi, akan menciptakan peningkatan pada sisi pendapatan, peningkatan output, dan pada akhirnya akan menciptakan kemakmuran pekerja dan pengurangan pengagguran. serta penurunan tingkat iklim PHK yang tinggi di tahun 2015.

2.2 Konsepsi Deregulasi

Deregulasi merupakan aturan atau system (system yang mengatur) tindakan atau proses menghilangkan, mengurangi segala aturan.  Wujud deregulasi tersebut dapat dilihat pada tindak lanjut atas pengumuman paket kebijakan penyelamatan ekonomi tahap I, saat ini pemerintah telah menyelesaikan pembahasan atas 31 deregulasi peraturan dari total keseluruhan 134 daftar peraturan yang termasuk dalam paket kebijakan ekonomi untuk memperbaiki kinerja perekonomian nasional. Deregulasi peraturan yang telah selesai pembahasan tersebut, meliputi satu Instruksi Presiden (Inpres), tiga Peraturan Presiden (Perpres), delapan Peraturan Pemerintah (PP), 17 Peraturan Menteri (Permen) dari berbagai kementerian serta dua peraturan lainnya.

2.2.1 Munculnya Kebijakan Deregulasi

Kebijakan deregulasi muncul akibat memburuknya perekonomian Indonesia akhir-akhir ini telah diikuti gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK). Tercatat per Juli 2015, terdapat 11.350 pekerja yang harus menjadi pengangguran. Data tersebut diperoleh dari lima provinsi yang melapor, meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, dan Kalimantan Timur. Di industri tekstil sudah terdapat beberapa pabrik tutup, yang berakibat PHK lebih dari 36 ribu orang. Memburuknya industri Indonesia juga tercermin dari penurunan, baik di sisi impor maupun ekspor. Neraca perdagangan Indonesia memang mengalami surplus di bulan Juli 2015 sebesar 1,33 miliar dolar AS. Namun demikian, kinerja ekspor maupun impor mengalami penurunan. Sampai dengan semester I 2015, impor Indonesia hanya mencapai 10,08 miliar dolar AS atau turun sebesar 28,44 persen dibandingkan Juli 2014. Sementara ekspor hanya mencapai 11,41 miliar dolar AS atau mengalami penurunan sebesar 19,23 persen dari tahun lalu. Investasi sebagai pendorong sector industri juga masih mengalami kendala. Hal ini tercermin dari indeks kemudahan berusaha Indonesia yang masih belum begitu baik.
 Berdasarkan data Bank Dunia

Gambar 1. Perkembangan Realisasi Penanaman Modal Triwulan II Tahun 2015
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), 2015
Keterangan:
PMDN : penanaman modal dalam negeri
*) Target Penanaman Modal 2015 Renstra BKPM 2015 — 2019
PMA : penanaman modal asing
**) Capaian Januari-Juni 2015 terhadap target 2015

Kondisi Industri Dalam Negeri
            Berdasarkan data Bank Dunia tahun 2015, daya saing Indonesia untuk berusaha sangat buruk. Indeks kemudahan dalam berusaha menunjukkan Indonesia berada di peringkat 114 dari 189 negara yang di survei. Posisi Indonesia jauh berada di bawah negara tetangga di ASEAN, di mana Singapura berada di peringkat 1, Malaysia (18), Thailand (26), Vietnam (78), bahkan Philipina (95). Indikator kinerja Daya Saing

2.2.2 Kebijakan Deregulasi Sektor Industri

            Deregulasi peraturan yang dilakukan oleh pemerintah sejatinya bukan hanya untuk memperbaiki kondisi nilai tukar yang terus menurun. Kebijakan ini juga diarahkan untuk meningkatkan daya saing industri dan mendorong masuknya investasi. Kemudahan-kemudahan aturan yang diterapkan setidak-tidaknya ditujukan dapat menarik minat investor, khususnya investor asing sehingga dapat mendorong produktivitas industri Indonesia.
Paket deregulasi Kementerian Perdagangan meliputi sektor ekspor dan impor untuk meningkatkan daya saing di sektor industri yang mencakup pengadaan impor bahan baku untuk keperluan industry dan kelancaran arus barang serta membuka peluang bisnis yang lebih luas. Deregulasi di bidang ekspor yang akan dilakukan, antara lain, penghapusan kewajiban verifikasi surveyor (VS) pada ekspor (kayu, beras, precursor nonfarmasi, migas, dan bahan bakar lain). Juga diputuskan adalah penghilangan pemeriksaan ganda (ekspor CPO, produk pertambangan hasil pengolahan, dan pemurnian). Sedangkan di bidang impor, deregulasi dilakukan dengan menghapus kewajiban VS pada impor (besi atau baja dan BPO), rekomendasi (produk kehutanan, gula, TPT, STPP, besi ataubaja, barang berbasis system pendingin, beras, hortikultura, TPT batik dan motif batik, barang modal bukan baru, mesin multifungsi berwarna, dan garam industri), serta penyederhanaan persyaratan (TPT, cengkeh, dan mutiara).
Secara umum, ekonomi nasional sedang mengalami tekanan yang cukup berat. Namun demikian, terjadinya peningkatan impor tehadap barang modal atau bahan baku menjadi sinyal yang positif bagi peningkatan pertumbuhan ekonomi pada kuartal ketiga. Hal ini juga akan didorong oleh belanja pemerintah, baik dalam belanja aparatur ataupun belanja modal yang biasanya meningkat di semester kedua. Kebijakan lain pemerintah untuk menarik investasi adalah dengan memberikan fasilitas pajak, di antaranya adalah memberikan pengurangan basis pengenaan pajak (tax allowance) dan pengurangan atau pembebasan pajak dalam jangka waktu tertentu (tax holiday). Selain bertujuan untuk meningkatkan investasi, pemberian fasilitas pajak bertujuan untuk menumbuhkan industri baru, transfer teknologi, mengurangi pengangguran, mengolah sumber daya alam dan pemerataan ekonomi di daerah tertentu. Di lain sisi, pemberian insentif pajak berdampak mengurangi pendapatan negara dari segi pajak penghasilan badan.

2.3  Konsepsi Kebijakan Debirokratisasi

Debirokratisasi adalah upaya untuk menyederhanakan suatu prosedur yang dianggap terlalu berbelit-belit .Menurut Weber dalam griffin (2004:41), debirokratisasi adalah prasyarat bagi pembangunan ekonomi dan upaya penciptaan industri modern. Tanpa debirokrasi tidak mungkin dicapai ekonomi modern yang berkelanjutan, industrialisasi yang cepat dan "take-off into selfsustained growth" Salah satu ciri yang penting dari debirokrasi rasional Weber ini adalah suatu sistem penggajian bagi pegawai sebagai alat untuk meningkatkan produktivitas debirokrasi.
Debirokratisasi merupakan kebijakan yang diambil untuk memperbaharui proses penyelenggaraan pelayanan usaha kepada masyarakat oleh pemerintah. Pemerintah yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk mengambil final  dession kebijakan yang tumpang tindih, mengurangkan aturan prosedur, dan rasionalisasi kelembagaan pemerintah. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk menciptakan iklim investasi yang berdaya saing global dan mencapai sasaran pembangunan ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat. Selain dapat mengurangi kerentanan ekonomi Indonesia terhadap gejolak ekonomi internasional, dapat meningkatkan daya saing berbagai produk buatan Indonesia di pasar internasional.

2.4 Peran Implementasi Kebijakan Debirokratisasi Dan Deregulasi

            Dalam mencapai kestrabilan dalam perindustrian, pemerintah melaksanakan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi yang diwujudkan kedalam implementasi berikut :

2.4.1 . Implementasi Kebijakan Deregulasi

Kebijakan Deregulasi ini diarahkan untuk mendorong daya saing industri, dengan
(1)   Pemulihan Efisiensi
            Memulihkan dan meningkatkan kegiatan industri atau utilisasi kapasitas industri, dan menghilangkan distorsi industri yang membebani konsumen, dengan melepas tambahan beban regulasi dan birokrasi bagi industri, seperti: mempermudah pengadaan bahan baku hasil pertanian, perikanan, perkebunan, dan pertambangan; menghilangkan kewajiban pendaftaran produk jadi; uji teknik produkjadi; mendorong perluasan kegiatan industri baru melalui pengembangan kawasan industri; kemudahan investasi sektor industri; memperlancar pengadaan impor komponen ataukelengkapan untuk keperluan ekspor industri; menghilangkan duplikasi pemeriksaan fisik untuk kelancaran ekspor dan distribusi produk industri, dsb;
(2)   Penyelesaian Kesenjangan Daya Saing
Mempercepat penyelesaian kesenjangan daya saing industri dibandingkan dengan kondisi daya saing negara lain, seperti mempermudah birokrasi pengadaan lahan, memperkuat sistem pembiayaan usaha, memperkuat fungsi ekonomi koperasi, meningkatkan kegiatan wisata, membenahi sistem pengupahan, penurunan harga gas, konversi BBM ke BBG untuk nelayan, percepatan izin investasi listrik  35.000 MW, dsb;
(3)   Mendorong Keunggulan
Menciptakan inisiatif baru untuk mendorong keunggulan daya saing industri, seperti: fasilitas perpajakan untuk mendorong sektor angkutan, pengembangan pusat logistik berikat, inland FTA, dsb, sehingga industri nasional mampu bertahan di pasar domestic dan berekspansi ke pasar ekspor.
Bentuk Kebijakan Deregulasi:
(1) Mengurangi Peraturan (Deregulasi):
(a)    Merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan duplikasi atau redundansi atau irrelevant regulations.
(b)   Melakukan keselarasan antar peraturan.
(c)    Melakukan konsistensi peraturan.
(2) Mempermudah Pelayanan Birokrasi (Debirokratisasi):
(a)    Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku usaha atau profile sharing, sedikit persyaratan
(b)   perizinan, dan sebagainya.
(c)    Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan, serta
(d)   penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan.
(e)    Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya).
(f)    Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan.
(g)   Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.
(3)  Meningkatkan Penegakan Hukum dan Kepastian Usaha:
(a)    Adanya saluran penyelesaian permasalahan regulasi dan birokrasi (damage control channel).
(b)   Pengawasan, pengamanan dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli.
(c)    Membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan.

(4) Cakupan Kegiatan Industri yang direlaksasi:
(a)    Kemudahan Investasi;
(b)   Efisiensi Industri;
(c)    Kelancaran Perdagangan dan Logistik;
(d)   Kepastian Pengadaan Bahan Baku Sumber Dalam Negeri, terutama untuk sektor pertanian kelautan dan
(e)    perikanan, hasil hutan, dan barang tambang

2.4.2 . implementasi kebijakan debirokratisasi

(a)    Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku usaha atau profile sharing, sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya.
(b)   Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan serta penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan.
(c)    Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya).
(d)   Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan.
(e)    Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.

BAB III

PENUTUP


3.1 Kesimpulan

(1)Konsepsi Pasar Barang

            Pasar barang merupakan pasar yang mempertemukan penawaran dan permintaan barang dan jasa (sektor riil) yang diproduksi oleh suatu negara dan dalam jangka waktu tertentu.

(2)Konsepsi Deregulasi
Deregulasi merupakan aturan atau system (system yang mengatur) tindakan atau proses menghilangkan, mengurangi segala aturan.  Wujud deregulasi tersebut dapat dilihat pada tindak lanjut atas pengumuman paket kebijakan penyelamatan ekonomi tahap I,
(3)   konsep Debirokratisasi
            Merupakan kebijakan yang diambil untuk memperbaharui proses penyelenggaraan pelayanan usaha kepada masyarakat oleh pemerintah. Pemerintah yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk mengambil final decision kebijakan yang tumpang tindih, mengurangkan aturan prosedur, dan rasionalisasi kelembagaan pemerintah.

(4)Peran Implementasi Kebijakan Debirokratisasi Dan Deregulasi

Implementasi Kebijakan Deregulasi:
(a)    Pemulihan Efisiensi
(b)   Penyelesaian Kesenjangan Daya Saing
(c)    Mendorong Keunggulan
(d)   Merasionalisasi peraturan dengan menghilangkan duplikasi atau redundansi atau irrelevant regulations.
(e)    Melakukan keselarasan antar peraturan.
(f)    Melakukan konsistensi peraturan.
(g)   Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku usaha atauprofile sharing, sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya.
(h)   Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan serta penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan.
(i)     Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya).
(j)     Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan.
(k)   Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.
(l)     Adanya saluran penyelesaian permasalahan regulasi dan birokrasi (damage control channel).
(m) Pengawasan, pengamanan dan kenyamanan, serta pemberantasan pemerasan dan pungli.
(n)   Membangun ketentuan sanksi yang tegas dan tuntas dalam setiap peraturan.
(o)   Kemudahan Investasi;
(p)   Efisiensi Industri;
(q)   Kelancaran Perdagangan dan Logistik;
(r)     Kepastian Pengadaan Bahan Baku Sumber Dalam Negeri, terutama untuk sektor pertanian kelautan dan perikanan, hasil hutan, dan barang tambang

 implementasi kebijakan debirokratisasi

(a)    Simplifikasi perizinan seperti satu identitas pelaku usaha atauprofile sharing, sedikit persyaratan perizinan, dan sebagainya.
(b)   Adanya SOP dan SLA yang jelas dan tegas dalam mekanisme dan prosedur perizinan serta penyediaan help desk dan pengawasan internal yang berkelanjutan.
(c)    Menganut sistem pelimpahan kewenangan kepada PTSP (tempat, bentuk, waktu, biaya).
(d)   Penerapan Risk Management yang selaras dalam proses perizinan.
(e)    Pelayanan perizinan dan non perizinan melalui sistem elektronik.

DAFTAR RUJUKAN

Rusdi. 2012. Debirokratisai dan Deregulasi.(Online).(Https:// /Debirokratisasi-Dan-Deregulasi.Html). Diakses 17 Februari 2016
Thimut.2010. Deregulasi (Online).(Http: Atau Atauthimutz.Blogspot.Co.Id Atau2010 Atau10 Ataupengertian Dan Dampak Deregulasi Dari Html?M=1). Diakses 17 Februari 2016
Word Bank. 2015.Perbandingan Kinerja Indikator Daya Saing (Online).(Https://www.Doing Bussines.Org.Ranking ,2015). Diakses 17 Februari 2016

0 comments:

Posting Komentar