Selasa, 02 Februari 2016

STRATEGI PENGORGANISASIAN PEMBELAJARAN





Strategi pengorganisasian isi pembelajaran disebut oleh Reigeluth, Bunderson, dan Merrill (1977) sebagai structural strategy, yang mengacu kepada cara untuk membuat urutan ( sequencing ) dan mensintesis (synthesizing) fakta-fakta, konsep-konsep, prosedur, atau prinsip-prinsip yang berkaitan. Sequencing mengacu kepada pembuatan urutan penyajian isi bidang studi dan synthesizing mengacu kepada upaya untuk menunjukkan kepada si-pembelajar keterkaitan antar isi bidang studi. Jadi, strategi pengorganisasian mengacu kepada cara untuk membuat urutan dan sistesis isi bidang studi.
            Pengorganisasian pembelajaran secara khusus, merupakan fase yang amat penting dalam rancangan pembelajaran. Synthesizing akan membuat topik-topik dalam suatu bidang studi menjadi lebih bermakna bagi si belajar (Ausubel,1968) yaitu dengan menunjukkan bagaimana topik-topik itu terkait dengan keseluruhan isi bidang studi. Sequencing atau penataan urutan, amat diperlukan dalam pembuatan sintesis.

A.    Strategi Mikro
Strategi pengorganisasian mikro diacukan untuk menata sajian suatu konsep, atau prinsip, atau prosedur.
1.      Model Gagne dan Briggs
Menurut Teori Gagne dan Briggs,  teori pembelajaran yang dikembangkannya mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan kapabilitas belajar, peristiwa pengajaran, dan pengorganisasian pengajaran.

a.      Kapabilitas Belajar
Ada 5 kapabilitas belajar yang dapat dipelajari oleh si belajar, meliputi:
1.      Informasi verbal.
Si belajar telah belajar informasi verbal apabila ia dapat mengingat kembali informasi itu. Indikator yang biasanya di pakai untuk menunjukkan kapabilitas ini bisa berupa: menyebutkan atau menuliskan informasi seperti nama, kalimat, alasan, argumen.
2.      Ketrampilan Intektual
            Si belajar akan menggunakan suatu ketrampilan intelektual apabila ia berinteraksi dengan lingkungan simbulnya bahasa dan angka yang dapat digunakan dalam berbagai kegiatan, seperti membaca, menulis, membedakan, menggabungkan, mengklasifikasi, membentuk konsep atau kaidah serta memecahkan masalah menghasilkan apa yang disebut dengan ketrampilan intelektual. Ketrampilan Intelektual mencakup lima katagori, yaitu:
a.       Diskriminasi. Suatu kapabilitas untuk melakukan respon yang berbeda pada perangsang yang memiliki dimensi fisik yang berbeda. Si belajar dikatan mendiskriminasikan apabila ia menyatakan apakah sesuatu itu sama atau berbeda dengan yang lain berdasarkan dimensi fisiknya, seperti: ukuran, warna, bentuk atau suara.
b.      Konsep konkrit. Si belajar telah belajar konsep konkrit apabila ia dapat mengidentifikasi contoh contoh baru dari sekelompok objek atau kelompok-kelompok objek. Contohnya bola, segitiga, kuda, dan lain-lain.
c.       Konsep abstrak. Si belajar telah belajar konsep abstrak apabila ia menggunakan suatu definisi untuk mengklasifikasi contoh-contoh yang tidak dipelajari sebelumnya. Konsep-konsep seperti “keluarga” atau “orang asing”
d.      Kaidah. Si belajar telah belajar kaidah apabila ia dapat menggunakan kaidah itu pada contoh-contoh yang sebelumnya tidak dipelajari. Kaidah adalah hubungan antara dua konsep atau lebih. Contohnya penggunaan fungsi permintaan untuk memecahkan masalah jumlah permintaan yang diminta.
e.       Kaidah tingkat lebih tinggi (pemecahan masalah). Menggunakan dua kaidah atau lebih, yang sudah dipelajari sebelumnya, untuk memecahkan masalah baru.
3.      Strategi Kognitif.
Siswa telah belajar strategi kognitif apabila ia telah mengembangkan cara-cara untuk meningkatkan keefektifan dan efisiensi proses berfikir dan proses belajarnya.
4.      Sikap
Keadaan mental yang komplek dari si belajar yang dapat mempengaruhi pilihannya untuk melakukan tindakan-tindakan yang sifatnya pribadi terhadap orang lain, benda, atau peristiwa. Si belajar telah memiliki sikap apabila ia telah memilih melakukan tindakan yang sama untuk situasi sama yang terulang.
5.      Ketrampilan Motorik.
Si belajar telah mengembangkan ketrampilan motorik apabila ia telah menampilkan gerakan-gerakan fisik dalam menggunakan bahan-bahan atau peralatan-peralatan menurut prosedur.

b.      Peristiwa Pengajaran
Teori belajar pengolahan informasi mendeskripsikan bahwa tindakan belajar merupakan proses internal yang mencakup beberapa tahapan. Menurut Gagne (1985) mengemukakan bahwa tahapan-tahapan ini dapat dimudahkan dengan menggunakan metode pengajaran yang mengikuti urutan-urutan tertentu, yang ia sebut dengan “peristiwa pengajaran”. Peristiwa pengajaran dibagi menjadi 9 tahapan, yang diasumsikan dengan cara-cara yang berpotensi mendukung proses-proses berbeda tergantung pada kapabilitas seperti apa yang diharapkan.
1.      Menarik Perhatian, Kegiatan yang paling awal dari pengajaran adalah menarik perhatian pembelajar agar peristiwa - peristiwa agar pembelajaran dikelas berlangsung dengan baik. Contohnya adalah “Lihatlah gambar ini!” dan “Perhatikanlah gambar ini!”
2.      Memberitahukan Tujuan Pembelajaran Kepada Pembelajar, Kegiatan ini dilakukan agar dapat terarahnya seluruh kegiatan yang ingin dicapai. Contohnya adalah apabila sebelum kita memulai menjelaskan atau memaparkan materi, diharapkan memberitahukan tujuan pembelajaran agar siswa dapat tau dan terarah kepada tujuan pembelajarannya.
3.      Merangsang Ingatan, Kegiatan ini dilakukan agar siswa tidak melupakan materi yang pernah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya. Contohnya sebelum memulai pembelajaran dengan materi selanjutnya, lebih baik jika pembimbing mengingatkan materi yang telah dijelaskan atau dibahas pada pertemuan sebelumnya agar tidak dilupakan begitu saja.
4.      Menyajikan Bahan Perangsang, Kegiatan ini dilakukan untuk menarik semua rangsangan pebelajar agar mudah menerima rangsangan pelajaran dari pembimbing. Contohnya adalah apabila pembimbing menjelaskan mengenai dunia, harus membawa sesuatu yang dapat merangsang siswa ingin tahu, misalkan membawa bola globe, buku peta, atau bahkan peta dunia yang berukuran cukuo besar,
5.      Memberi Bimbingan Belajar, Kegiatan ini dilakukan agar pebelajar terbantu memperoleh materi yang sesuai dengan yang telah ditetapkan dalam tujuan diawal tadi. Contohnya adalah pembelajar memberikan materi arahan terhadap pebelajar secara berurutan. Misalnya apabila ingin menjelaskan wirausaha harus menjelaskan pengertian wirausaha terlebih dahulu, sifat-sifat wirausaha, hal positif wirausaha, dan yang terakhir diharapkan mampu mempraktekan menjadi wirausaha walaupun dalam skala kecil. Bukan terbalik seperti praktek berwirausaha dulu baru dijelaskan pengertiannya.
6.      Menampilkan Unjuk Kerja, Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh pebelajar dapat meresap materi yang telah dijelaskan. Contohnya adalah dengan memberikan studi kasus yang tidak jauh dengan materi yang disampaikan. Misalkan studi kasus “Wirausaha di Indonesia terhitung sangat sedikit”, pebelajar diharapkan mampu memberikan pendapatnyamengenai studi kasus tersebut.
7.      Memberikan Balikan Tentang Kecermatan, Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan rambu-rambu agar siswa tidak berpikiran terlalu jauh dari materi. Contohnya adalah ungkapan seperti “Ini salah!” dan “ Ini perlu perbaikan!”.
8.      Menilai Unjuk Siswa, Kegiatan ini digunakan untuk mengetahui pebelajar sudah mencapai tujuan pembelajaran atau belum. Contohnya adalah kegiatan ini dapat dinilai menggunakan sistem pertanyaan lalu dijawab pada lembaran (evaluasi) atau juga dapat melalui tes lisan.
9.      Meningkatkan Alih Belajar, Kegiatan ini dilakukan untuk mematangkan kemampuan pebelajar, karena pebelajar tidak mungkin dapat melakukannya sendiri. Contohnya adalah pembelajar harus memberikan kesimpulan diakhir pertemuan untuk mengingatkan siswa pada materi yang telah disampaikan.

c.       Pengorganisasian Pembelajaran (urutan pembelajaran)
           Kini sampai pada inti kajian yaitu mendeskripsikan cara yang diperkenalkan Gagne dalam mengorganisasikan urutan pembelajaran. Pertimbangan terpenting dalam membuat urutan pembelajaran adalah ada tidaknya prasyarat untuk suatu kapabilitas, dan apakah si belajar telah memiliki prasyarat belajar itu.

2.      Model Taba : Pembentukan Konsep
           Taba (1980) memperkenalkan strategi pengorganisasian pembelajaran tingkat mikro, khusus untuk belajar konsep dengan pendekatan induktif. Strategi yang diciptakannya terdiri dari tiga tahapan sejalan dengan tiga tingkatan proses berpikir yang dikemukakannya. Ketiga tingkatan proses berpikir itu adalah:
a.       pembentukan konsep
b.      intepretasi
c.       aplikasi prinsip.

Pengorganisasian pembelajaran untuk keperluan pembentukan  konsep terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1.      Mengidentifikasi contoh-contoh yang relevan dengan konsep yang akan dibentuk.
2.      Mengelompokkan contoh-contoh berdasarkan karakteristik serupa (criteria tertentu) yang dimiliki.
3.      Mengembangkan katagori atau nama untuk kelompok-kelompok itu.

3.      Model  Bruner: Pemahaman Konsep
           Pembentukan konsep dan pemahaman konsep  merupakan dua kegiatan mengkategorikan yang berbeda yang menuntut proses berpikir yang berbeda pula. Seluruh  kegiatan mengkategori meliputi mengidentifikasi dan menempatkan contoh-contoh ke dalam kelas dengan menggunakan dasar criteria tertentu.

Bruner (1980) memandang bahwa suatu konsep memilki lima unsur dan seseorang dikatakan memahami suatu konsep apabila ia mengetahui semua unsur dari konsep itu. Kelima unsur tersebut yaitu:
a.       Nama
b.      Contoh-contoh
c.       Karakteristik, baik yang pokok maupun tidak
d.      Rentangan karakteristik,
e.       Kaidah.

Menganalisis Strategi Berpikir untuk Memahami Konsep
Bruner (1980) menggunakan istilah strategi yang mengacu kepada urutan keputusan yang dibuat oleh seseorang dalam meneliti setiap keputusan yang dibuat oleh seseorang dalam meneliti setiap contoh dari suatu  konsep. Bruner juga mengembangkan strategi-strategi yang berbeda untuk mencapai jenis konsep yang berbeda. Ada tiga strategi pengorganisasian pembelajaran pemahaman konsep yang telah dikembangkan, yaitu:
1.      Model penerimaan mengacu kepada strategi pengorganisasian contoh-contoh konsep dengan memberi tanda “ya”, bila contoh itu menjadi contoh konsep, dan tanda “tidak”, bila contoh itu bukan contoh konsep.
2.      Model pilihan  mengacu kepada strategi pengorganisasian contoh-contoh konsep tanpa memberi tanda “ya” atau “tidak”.
3.      Model dengan contoh yang terorganisasi mengacu kepada strategi pemahaman konsep dengan menggunakan contoh-contoh yang terorganisasi dalam lingkungan kehidupan yang sesungguhnya.

B.     STRATEGI MAKRO
Strategi pengorganisasian makro diacukan untuk menata keseluruhan isi bidang studi.
1.      Hirarki Belajar
            Gagne (1968) menekankan pada penataan urutan dengan memunculkan gagasan prasyarat belajar yang disebut hirarkhi belajar. Reigeluth dalam Degeng (1988) mengemukakan bahwa analisis hirarkhi belajar kurang berarti untuk membuat sintesis. Pendapat ini dipertegas oleh Gagne (1977) bahwa analisis hirarkhi belajar kurang berarti untuk membuat sintesis, dengan demikian untuk mengorganisasi keseluruhan isi bidang studi (strategi makro) perangcang pembelajaran perlu beralih ke strategi lain.
2.      Analisa Tugas
            Cara lain yang dipakai untuk menunjukkan keterkaitan isi bidang studi  adalah information- processing approach to task analysis Seseorang dapat saja mempelajari langkah terakhir dari suatu prosedur pertama kali, tetapi dalam unjuk kerja ia tidak dapat memulai dari langkah terakhir. Gropeper, Landa, Merrill, Resnick, dan Scandura adalah orang-orang yang pertama kali menekankan pentingnya hubungan jenis ini (information- processing approach to task analysis ) dalam pengorganisasian pembelajran pada tingkat makro.
3.      Sub Sumptife Sequence 
            David Ausubel (1968) mengemukakan gagasan, cara membuat urutan sistem pembelajaran yang dapat membuat pembelajaran jadi lebih bermakna, ia menggunakan urutan dari umum ke rinci. Bila pengetahuan baru diassimilasikan dengan pengetahuan yang sudah ada, maka perolehan belajar dan retensi akan dapat ditingkatkan
4.      Kurikulum Spiral
            Jerome Brunner (1960) menyatakan bahwa a spiral curriculum merupakan pembelajaran tingkat makro, dengan konsep pembelajaran dimulai dengan mengajarkan isi pengajaran secara umum, kemudian secara lebih rinci.
5.      Teori Skema
            Anderson dkk. (1977) menguatkan pendapat David Ausubel (1968) dengan tori skema, teori Ausubel (1968) memandang proses belajar sebagai pengetahuan baru dalam diri si belajar dengan cara mengaitkannya dengan struktur kognitif yang sudah ada dan hasil belajar sebagai hasil pengorganisasian struktur kognitif yang baru, struktur kognitif yang baru ini akan menjadi asimilatif skema.
6.      Webteaching
            Norman (1973) mengenai webteaching sebagai prosedur menata urutan isi bidang studi termasuk strategi makro. Prosedur ini menekankan pentingnya peran struktur pengetahuan yang telah dimiliki oleh si belajar dan struktur isi bidang yang akan dipelajari. Hal ini sesuai dengan pendapat Tillema (1983).

7.      Teori Elaborasi
            Strategi atau teori elaborasi dikategorikan sebagai strategi pengorganisasian isi pembelajarannnya tingkat makro. Teori elaborasi mendiskripsikan cara cara pengorganisasian isi pembelajaran dengan mengikuti urutan umum ke rinci. Pengurutan isi pembelajaran dari yang bersifat umum ke rinci dilakukan dengan langkah pertama dimulai dengan menampilkan epitome (struktur isi bidang studi yang dipelajari) selanjutnya mengelaborasi bagian bagian yang ada dalam epitome secara lebih rinci.
a.       Komponen Teori Elaborasi
Dalam melakukan pengorganisasian isi pembelajaran harus memerhatikan komponen komponen yang dijadikan dasar teori elaborasi. Pada dasarnya terdapat tujuh komponen strategi yang diintegrasikan dalam teori elaborasi, (Reigeluth,1983 & Degeng, 1989) yaitu sebagi berikut :
1.      Urutan Elaboratif
Yang dimaksut dengan urutan elaboratif adalah urutan isi pembelajaran dari yang bersifat sederhana ke kompleks atau dari yang bersifat umum ke rinci. Dalam membuat/ melakukan urutan elaboratif, harus memperhatikan dua hal pokok yaitu:
a.       Penyajian isi bidang studi pada tingkat umum mengepitomasi ( bukan merangkum ) bagian isi yang lebih rinci dan
b.      Epitomasi dibuat atas dasar satu tipe struktur isi bidang studi.
2.      Urutan prasyarat belajar
Urutan prasyarat belajar adalah strategi yang menunjukkan konsep, prosedur, atau prinsip mana yang harus dipelajari sebelum konsep, prosedur, atau prinsip lain bisa dipelajari. Dengan kata lain urutan prasyarat belajar menampilkan hubungan prasyarat belajar untuk konsep, prosedur, atau prinsip. Urutan prasayarat belajar yang dimaksud di sini sepadan dengan struktur belajar atau hirarki belajar yang dikemukakan oleh Gagne(1985)
3.      Rangkuman
Rangkuman adalah tinjauan kembali ( riview) terhadap apa yang telah dipelajari. Rangkuman dibuat karena sangat penting untuk mempertahankan retensi ( daya ingat ) demikian pula rangkuman berfungsi untuk memberikan pernyataan singkat mengenai isi bidang studi yang telah dipelajari oleh siswa. Dalam teori elaborasi rangkuman diklasifikasikan menjadi dua yaitu rangkuman internal dan eksternal. Rangkuman internal diberikan pada setiap akhir suatu pelajaran dan hanya merangkum isi bidang studi yang baru dipelajari. Rangkuman eksternal diberikan setelah beberapa kali pelajaran yang merangkum semua isi yang telah dipelajari dalam beberapa kali pelajaran.
4.      Pesintesis
Pesintesis berfungsi untuk menunjukkan kaitan kaitan di antara konsep, prosedur, atau prinsip yang diajarkan. Pensitensi sangat penting karena akan menunjukkan sejumlah keterkaitan/ hubungan diantara konsep, prosedur, dan prinsip sehingga dapat memudahkan tentang suatu konsep, prosedur, atau prinsip pada bagian isi yang lebih luas ( Ausubel, 1968)sekaligus juga dapat memberi pengaruh motivasional pada siswa (Keller,1983). Dengan cara membuat kaitan kaitan di antara pengetahuan yang baru dengan yang lama, yang telah dimiliki oleh siswa, pensintesis juga berpeluang untuk meningkatkan retensi ( degeng, 1989)
5.      Analogi
Analogi dibuat untuk dapat memudahkan pemahaman terhadap pengetahuan yang baru dengan cara membandingkannya dengan pengetahuan yang sudah dikenal oleh siswa( Reigeluth,1983). Analogi menggambarkan persamaan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan lain yang berada diluar cakupan pengetahuan yang sedang dipelajari. Disamping itu anologi dapat dipakai untuk memperjelas suatu konsep, prosedur,prinsip atau teori sehingga mudah dipahami siswa.
6.      Pengaktifan strategi kognitif
Strategi kognitif adalah ketrampilan yang diperlukan siswa untuk mengatur proses internalnya ketika belajar, mengingat dan berfikir. Strategi kognitif hendaknya diaktifkan selama pembelajaran berlangsung. Pembelajaran akan menjadi lebih efektif apabila guru mampu mendorong siswa, baik secara sadar ataupun tidak, untuk menggunakan strategi kognitif yang susuai, rigney (1978) mengemukakan dua cara untuk mengaktifkan strategi kognitif, yaitu sebagai berikut:
a.       Dengan merancang pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa dipaksa untuk menggunakannya. Cara ini disebut dengan embedded strategy. Dalam pelaksanaannya, sering kali siswa menggunakannya secara tidak sadar. embedded strategy activator bisa berupa gambar, diagram, analogi, dan parafrase. Pertanyaan pertanyaaan penuntun juga dapat dipakai untuk memenuhi maksut ini, yaitu sebagai embedded strategy activator ( Degeng,1989)
b.      Dengan menyuruh siswa menggunakannya. Cara ini disebut dengan detached strategy.cara ini tepat dipakai apabila siswa sudah pernah belajar bagaimana menggunakan strategi kognitif ini. Contohnya, “ sekarang buatlah diagram untuk menunjukkan proses yang baru saja diajarkan!”, atau” pikirkan sebuah analogi untuk memperjelas ide yang baru yang baru saja dibicarakan”. ( Degeng 1989)
7.      Kontrol Belajar
            Menurut Merill (1979), konsepsi mengenai kontrol belajar terkait dengan kebebasan siswa dalam melakukan pilihan dan pengurutan terhadap isi yang dipelajari ( content control) kecepatan belajar (pace control)komponen strategi pembelajaran yang ingin digunakan (display control)dan strategi kognitif yang ingin digunakan (conscious cognition control).

8.      Model Elaborasi
Menurut Degeng (1989) ada tujuh prinsip yang menjadi model teori elaborasi, yaitu.
a.       Penyajian kerangka isi (epitome).
b.      Elaborasi secara bertahap.
c.       Bagian terpenting disajikan pertama kali.
d.      Cakupan optimasi elaborasi.
e.       Penyajian pensintesis secara bertahap.
f.       Penyajian jenis pensintesis.
g.      Tahapan pemberian rangkuman.

Menurut Degeng (1989), langkah-langkah pengorganisasian pembelajaran dengan menggunakan model elaborasi adalah sebagai berikut.
a.       Menyajikan kerangka isi yang merupakan struktur yang memuat bagian-bagian yang paling penting dari bidang studi.
b.      Elaborasi tahap pertama. Mengelaborasi tiap-tiap bagian yang ada dalam kerangka isi. Elaborasi tiap-tiap bagian diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis yang Phanya mencakup konstruk-konstruk yang baru saja diajarkan (pensintesis internal).
c.       Pemberian rangkuman dan sintesis eksternal. Pensintesis eksternal menunjukkan hubungan penting yang ada antarbagian yang telah dielaborasi, dan hubungan antara bagian-bagian yang telah dielaborasi dengan kerangka isi.
d.      Elaborasi tahap kedua. Mengelaborasi bagian pada elaborasi tahap pertama dengan maksud membawa siswa pada tingkat kedalaman sebagaimana ditetapkan dalam tujuan pembelajaran. Setiap elaborasi diakhiri dengan rangkuman dan pensintesis internal.
e.       Pemberian rangkuman dan sintesis eksternal.
f.       Elaborasi tahap ketiga dan seterusnya dengan pola yang sama dengan elaborasi-elaborasi sebelumnya.
g.      Tahap akhir pembelajaran. Menyajikan kembali kerangka isi untuk mensintesiskan keseluruhan isi bidang studi yang telah diajarkan.

Banyak penelitian yang dilakukan tentang efektivitas dan efisiensi teori elaborasi. Salah satunya penelitian Wena, dkk. (2000) dengan judul Pengembangan Modul Pembelajaran dengan Strategi Elaborasi pada Matakuliah Konstruksi Bangunan dan Menggambar I pada Jurusan Pendidikan Teknik Bangunan yang menyimpulkan bahwa.
a.       Modul yang didesain dengan pendekatan teori elaborasi secara signifikan dapat meningkatkan efektivitas pembelajaran.
b.      Kelompok mahasiswa yang diajar dengan sistem modul yang dirancang dengan teori elaborasi memiliki hasil belajar yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok mahasiswa yang diajar dengan sistem modul yang tidak dirancang dengan tori elaborasi.
Pada pihak lain, penelitian Boedhi Rahardjo, Pranoto dan Wena (2006) dengan judul Pembelajaran Teknologi Pengerasan Jalan Berbasis Komputer untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pendidikan Teknik Bangunan menyimpulkan sebagai berikut.
a.       Berdasarkan uji kelompok kecil ternyata rata-rata skor hasil belajar mahasiswa yang diajar dengan strategi pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori elaborasi adalah 7,76, lebih tinggi dari mahasiswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional yaitu 6,58. Demikian pula berdasarkan uji kelompok kecil ternyata rata-rata skor retensi mahasiswa yang diajar dengan strategi pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori elaborasi adalah 7,66 sedangkan mahasiswa yang diajar dengan strategi pembelajaran konvensional yaitu 6,41.
b.      Terdapat perbedaan hasil belajar Teknologi Perkerasan Jalan antara mahasiswa yang belajar dengan menggunakan strategi pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori elaborasi dan yang belajar dengan strategi konvensional, dengan nilai thitung = -8,589, pada taraf signifikansi 0,000. Penggunaan strategi pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori elaborasi secara signifikan dapat meningkatkan hasil belajar.
c.       Terdapat perbedaan retensi belajar Teknologi Perkerasan Jalan antara mahasiswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori elaborasi dan yang belajar dengan strategi konvensional, dengan nilai thitung = -8,966, pada taraf signifikansi 0,000. Penggunaan strategi pembelajaran berbasis komputer yang dirancang dengan teori elaborasi secara signifikan dapat meningkatkan retensi.


DAFTAR PUSTAKA
Degeng, I Nyoman Sudana. 1988. Kerangka Perkuliahan Dan Bahan Pengajaran. Jakarta: Depdikbud Dirjen PT.
Wena, Made. 2012. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: PT Bumi Aksara.

0 comments:

Posting Komentar